Akar konflik papua yang tak kunjung berhenti menyisakan keprihatinan kita bersama konfik fertikal yang terjadi antara Aparat keamanan TNI-Polri dan Kelompok Sparatis Papua (KSP) masih sering terjadi dan tak kunjung usai.
Di sepanjang tahun 2021 saja sudah tercatat hampir lebih dari 30 kasus yang terjadi akibat gangguan keamanan dan kekerasan yang dilakukan oleh KSP, hingga mengakibatkan jatuhnya korban baik warga sipil yang tidak bersalah maupun dari aparat keamanan yang sedang melakukan pengamanan wilayah, hal ini yang menjadi perhatian sangat mendalam bagi segenap komponen anak bangsa yang tergerak menyuarakan perdamaian demi percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan perekonomian guna kesejahteraan masyarakat papua.
Dengan adanya prosentase yang signifikan akan kasus kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh KSP di tanah Papua, tak bisa dipungkiri lagi inilah kenyataan realita bahwa persoalan Papua masih menjadi fokus utama yang harus segera direspon oleh semua pihak sebagai ancaman serius untuk segera dicari solusi yang tepat dalam penyelesaiannya.
Munculnya provokasi gerakan politik dengan memanfaatkan jejaring sosial yang tak bisa terbendung lagi menjadikan sulitnya mengendalikan berita Hoax yang berkembang saat ini, masih adanya idiologi yang berseberangan dengan NKRI oleh sebagai kecil kelompok organisasi papua merdeka yang menyuarakan tuntutan pelurusan Sejarah integrasi dan sejumlah persoalan sosial menjadi dua faktor utama yang selama ini terus mengundang terjadinya konflik dan kekerasan di sepanjang tahun.
Oleh karenanya perlu dibutuhkan pendekatan persuasif untuk membuka ruang dialog kemudian Pendekatan militeristik masih sangat diperlukan untuk menjamin stabilitas keamanan guna melindungi segenap warga masyarakat dari ancaman berbagai pihak yang menginginkan papua menjadi kacau.
Pemerintah telah mengambil langkah tepat dengan dilanjutkannya kembali Otsus Jilid II yang diharapkan mampu menjawab tuntutan aspirasi seluruh masyarakat Papua sesuai dengan perspektif otsus, diantaranya nilai yang terkandung dalam otsus sebagai sebuah produk politik yang di dalamnya terdapat kompromi, negosiasi, rekonsiliasi dan komitmen bersama, antara pemerintah pusat dan Papua untuk menjadikan papua setara dengan provinsi-provinsi di indonesia .
Sehingga, penyelesaian secara persuasif sangat diperlukan terlebih melalui komunikasi dan negosiasi tampaknya masih merupakan cara yang paling elegan dan demokratis untuk menyelesaikan persoalan di Papua secara komprehensif.
Negara kita negara hukum yang menjunjung tinggi nilai keadilan demokrasi tentunya bagi kelompok sapratis yang menginginkan untuk merdeka tentu saja telah menggar hukum konsekuensinya akan berhadapan dengan aparat keamanaan, apa yang dilakukan oleh aparat kemanaan di papua tidak menyalahi hukum keberadaan Aparat TNI saat ini lebih mengutamanakan pendekatan persuasif secara militeristik, namun oleh sebagian pihak dianggap menyalahi aturan dalam Hak Azasi Manusia oleh sebagian kalangan penggerah HAM. Banyak juga isu yang berkembang diantaranya baru-baru ini kelompok yang mengatasnamakan front Petisi Rakyat Papua (RPT) menuntut untuk penarikan militer dari tanah papua apakah adayang bisa menjamin apabila penarikan tersebut dilakukan Papua akan menjadi Aman tentusaja tidak makannya pendekatan persuasif secara militeristik masih sangat diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H