Masa pendidikan, buku menjadi penting. Penting karena buku pemegang peran sebagai referensi setelah dijelaskan oleh para pendidik. Saking begitu penting, tanpa pendidik pun, buku dapat mengambil peran demikian.
Pengalaman saya menunjukkan demikian. Bahkan hingga saat ini, saya hampir sebulan sekali membeli satu atau dua judul buku. Buku apa saja yang penting memiliki informasi ilmiah dan mengandung daya nalar yang luas dan produktif. Buku filsafat, menjadi pilihan utama saya.
Buku adalah referensi tertulis. Sebagai referensi tertulis, ia menjadi jejak untuk menjadi referensi tulisan selanjutnya. Maka, tidak salah ketika pengalaman dr. Terawan dengan pengobatan "cuci otak"nya ditolak oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena salah satu alasannya adalah referensi pembanding belum ada.
Dikatakan referensi pembanding belum ada, karena informasi tentang fungsi heparin sebagai pemecah darah yang beku, belum ada tulisan yang memuat tentang penelitian fungsi heparin demikian. Karena itu, banyak orang mulai didorong untuk menulis khususnya menulis buku.
Buku dalam dunia ilmu pengetahuan ialah jejak. Dimana jejak-jejak itu, akan ditambah atau disambung atau dihapus oleh jejak-jejak lain dari penulis-penulis buku baru.
Disinilah, seorang penulis mampu mewariskan penemuan baru, sebagai pebanding atau mendalami ilmu pengetahuan yang sudah ada. Jejak-jejak yang ditinggalkan penulis entah semakin memperjelas atau semakin kabur atau mengulangi lagi dengan perspektif yang berbeda, semua ini tergantung dari latarbelakang berpikir dan kejernihan cara berpikir dan mengola tulisan.
Buku sebagai referensi tertulis, biasa meninggalkan berbagai jejak ilmu baik itu ilmu sains, ilmu bahasa dan sastra, filsafat kritis, etnologi, antropologi, geografis, humanisme, maupun ilmu-ilmu sosial hasil penelitian. Berbagai penelaahan ilmu dalam buku, menjadi sumber primer atau sekunder untuk menulis kembali suatu ilmu yang sudah ada.
Dalam konteks ini, ilmu akan semakin berkembang secara dinamis dan didalamnya, orang lain akan dapat mengukur rasionalitas serta ketajaman seorang penulis dalam melihat suatu persoalan keilmuan. Maka suatu hal yang wajar bahwa peradaban manusia semakin berkembang dalam suatu dekade tertentu, adalah mungkin!
Kita sebut saja sebagai sebuah contoh dalam buku Timaeus dan Critias yang ditulis pada 360 SM oleh filsuf Plato asal Yunani tentang Atlantis. Ketika orang membaca buku Plato ini, seakan pembaca dihantar ke dalam dunia peradaban super modern yang belum pernah terjadi. Orang lalu mengambil keputusan bahwa dunia yang dilukiskan Plato pernah ada ataukah sebagai ilusinya Plato. Atlantis menjadi objek penelitian dan serentak menjadi objek berpikir tentang suatu peradaban manusia di zaman Plato.
Dengan begitu, buku Timeus dan Critias jejak goresan Plato, menjadi referensi tertulis yang mampu mendorong sekaligus mengajak banyak orang dari berbagai disiplin ilmu untuk mencari dan menemukan serta menulis kembali Atlantis, hasil rekaan Plato.