Lihat ke Halaman Asli

Alfonsus G. Liwun

Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Film Boneka Arwah, antara Realitas Sosial dan Imajinasi Penaskah

Diperbarui: 11 Januari 2022   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang mengabdikan Boneka Raksasa (sumber foto: taiwannews.com) 

Boneka yang sering kita sebut dan kenal bentuknya yang bermacam-macam rupanya dari kata boneca. Kata boneka Indonesia serapan dari kata boneca, kata Portugis. Sejarah boneka rupanya sudah sejak lama. Berawal dari boneka yang dibuat dengan bahan alamiah kemudian ke bahan sintetis seperti sekarang ini.

Juga tujuan pembuatan boneka dari awalnya sebagai ritual-ritual khusus hingga menjadi mainan anak-anak, dan kini mengambil peran baru yaitu pemuas seperti boneka seks. Pun pula perubahan dalam bentuk dan rupa jenis boneka hingga dengan saat ini. Tentang hal-hal semacam ini, dan berkembangan dari waktu ke waktu, baik juga kita membaca disini.

Kompasiana, media kita ini kembali mengangkat satu topik pilihan tentang boneka arwah. Lebih berfokus pada Film Boneka Arwah, kemudian melihat kenyataan sosial, dengan menyambungkan sebuah pertanyaan yang cukup menolok: kira-kira begini: apakah Film Boneka Arwah itu masih relevan dengan kehidupan sosial kita?.

Rupanya topik pilihan ini cukup digemari oleh Kompasianer. Banyak Kompasianer mengulas topik ini. Hampir pasti saya mengikuti topik-topik yang diulas Kompasianer, namun jujur tidak semua saya baca satu per satu. Kaya ragam tulisan dan jamak pula inspirasi yang muncul dari ulasan Kompasianer. Kebayang gak, jika semua ulasan Kompasianer dibukukkan, mungkin saja setebal kamus-kamus yang ada di tokoh-tokoh buku. Beruntung bahwa clud Kompasiaa mengudara sehingga masih bisa tertampung dan menjadi jejak sidik jari digital Kompasianer.

Film Boneka 

Film boneka sangat mainsteam. Sebab diproduksikan pertama-tama menjadi bahan pengajaran tontonan anak-anak. Didalamnya ada nilai-nilai pengajaran dengan lakon-lakon berbahasa seperti anak-anak.

Sebagai misal, film boneka si unyil, upin dan ipin, kancil dan buaya, dan lain-lain. Film boneka anak, menjadi laris di pasaran perfilman, karena anak-anak yang menonton bisa mendapatkan nilai-nilai pendidikan dari film boneka tersebut.

Film Boneka Arwah

Para aktivis perfilman membaca agenda setting pemasaran di dunia perfilman. Disinilah titik gerak para produser. Mereka pun "mencuri" waktu untuk memproduksi film boneka tetapi diperuntukan orang-orang dewasa. Karena kesukaan sosial dan ending cerita yang dipoles dengan kisah-kisah horror, banyak masyarakat dewasa menyukainnya. Itu artinya, secara sosial kisah-kisah horror masih diminati oleh masyarakat kita. Walaupun kebanyakan orang setelah menonton tak bisa tidur nyenyak karena takut. Takut dikejar boneka arwah atau boneka yang berperan seram, rupa yang menakutkan. Inilah yang dikenal dengan Film Boneka Arwah.

Maka tidak heran, rating perfilman khusus untuk horror menjadi tinggi. Karena rating perfilman semacam ini naik, conflict interest, bisa saja terjadi. Tidak hanya itu, persaingan antar produser dan bintang film pun akan terimbas juga. Kepentingan para produser dan bintang film lebih diutamakan ketimbang para penonton. Apalagi dalam film boneka arwah itu dibumbuhi dengan ragam hal sensitive  yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai sosial sebagai bahan pendidikan yang terkandung didalam film semacam itu, hampir pasti menjadi kabur. Sudah tergerus karena telah terjadi pergeseran makna pasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline