Kelahiran Yesus, anak Maria dan Yusuf disebut Natal. Kata Natal adalah kata Latin, artinya ke-lahir-an. Lahir merupakan sebuah peristiwa baru. Peristiwa baru ini merupakan sebuah kegembiraan, kebahagian, dan dalam kegembiraan terselip suatu harapan. Harapan yang pertama dan utama muncul dari keluarga. Harapan yang menjadi miliki keluarga itu, juga akan berdampak sosial. Paling kurang mengembiraan dan membahagiakan banyak orang.
Natal, Allah solider dan peduli kepada manusia
Natal, orang kristiani merayakan karena Yesus, Sang Guru Ilahinya lahir. Sang Guru Ilahi lahir, tidak harus dimaknai dengan logika manusiawi. Sang Guru Ilahi lahir, perlu dimaknai dalam konteks ke-Allah-an.
Dalam hal ini sederhana dijelaskan, bahwa Sang Guru Ilahi lahir melalui cara dan peristiwa manusia. Cara inilah yang dipilih Allah. Cara yang dipilih Allah ini bukan dalam sebuah kegiatan diskusi atau kompromi Allah dan manusia. Tidak. Hanya dalam Allah-lah yang mengetahui-Nya. Manusia hanya memahami peristiwa kelahiran Sang Guru Ilahi, karena cara Allah memilih cara dan peristiwa manusiawi.
Cara Allah memilih cara dan peristiwa kehadiran-Nya ini pertama-tama dipahami manusia kristiani sebagai cara Allah yang jauh, tak kelihatan (imanen), solider dan peduli kepada manusia.
Solider Allah kepada manusia dimaksudkan supaya manusia memahami, menerima, dan mengalami Allah yang diimani itu dekat dan hidup dalam peristiwa hidup manusia sendiri.
Allah dalam communio, kesatuan Tritunggal memutuskan untuk menampakan diri-Nya dalam wujudnyata seorang pribadi, pribadi Yesus, Sang Bayi Mungil dari Nasaret, yang malam ini dikenang oleh umat kristiani. Karenanya, malam natal (24/12) dalam perayaan yang agung dibuka dengan sebuah lagu singkat yang menceritakan sejarah awal mula bumi dan manusia hingga kelahiran Anak Daud. Lagu singkat itu disebut "Maklumat Natal".
Allah solider dan peduli dalam Injil
Dalam kisah Lukas 6:1-5, Allah dalam diri Yesus bersikap solider kepada manusia. Lukas melukiskan bahwa kaum Farisi melawan Yesus karena murid-murid-Nya melanggar Hari Sabat. Para murid-Nya yang melanggar hukum hari sabat, yang dimarahi adalah Yesus. Kaum Farisi ngotot kepada Yesus, bahwa yang melanggar hukum sabat, perlu dihukum.
Demi solider kepada para murid, sahabat seperjalanan, Yesus justru tampil bukan aturan yang ditekankan. Tetapi Yesus, malahan melihat derita manusia, derita yang sedang dialami para murid-Nya.