Bangka dan Belitung, dua pulau besar yang berdekatan. Menumpang pesawat dari Bandara Depati Amir Pangkalpinang, selama 35-45 menit sampai di Bandar Udara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin. Nama kedua pulau ini didedikasikan oleh masyarakat Bangka Belitung menjadi nama Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bangka-Belitung, dikenal dalam sejarah sebagai penghasil timah dan lada putih. Lada putih adalah hasil perkebunan para petani sementara timah adalah barang tambang. Barang tambang ini dikelola oleh PT. Timah, Tbk, BUMW, milik negara. PT. Timah, Tbk sebagai penerus penambang oleh penjajah Belanda. Karena penguasaan lahan timah ini, dapat terlihat dimana-mana pada plang yang bertuliskan "tanah ini milik PT. Timah. Tbk". Membaca narasi singkat ini, menjadi teringat, penanda bahwa di tempat itu PT. Timah pernah menambang "pasir hitam" ini.
Tanah Bangka, Lahan Tambang Timah
Lahan tanah selain milik PT. Timah. Tbk, juga ada yang menjadi milik warga masyarakat. Dulu di atas lahan warga ini, masyarakat menanam lada, karet, dan tanaman lainnya seperti sayur mayur, buah-buahan, dll. Tanaman kelapa sawit, baru ditanam warga belum lama, sekitar tahun 2000-an. Sekarang, lada hampir tak terdengar lagi. Yang heboh malahan tanaman kelapa sawit. Apa lagi, kini harga sawit lumayan tinggi, perkilo dua ribu rupiah ke atas. Harga di pabrik mungkin lebih tinggi lagi.
Lahan tanah asli hampir tidak pernah ditemukan lagi. Semua lahan di Bangka atau Belitung merupakan bekas tambang. Tidak hanya sekali tambang, tetapi ditambang berkali-kali dalam jangka waktu tidak terlalu panjang. Mungkin satu atau dua tahun, dilahan yang sama bisa digali atau ditambang lagi. Entah kenapa begitu. Yang jelas, kisah yang beredar bahwa di bawah tanah Bangka, banyak air dan aliran air. Sehingga aliran air itu bisa bisa membawa "pasir hitam" tadi.
Sebelum covid-19, harga timah sangat anjlok. Tidak salah dua sampai lima tahun belakangan ini. Juga karena warga masyarakat tidak diberi lagi untuk menambang. Kalau diberi tambang maka selesai ditambang, diwajibkan untuk penambang melakukan reklamasi lagi. Reklasi artinya penimbunan kembali tanah-tanah yang sudah digali. Nyatanya, jarang terjadi. Bahkan hampir pasti tidak dijalankan.
Sehingga banyak lubang yang digenangi air dapat dipantau dari pesawat ketika mau mendarat di Bandara Depati Amir. Karena itu, tidak diberi lagi untuk ditambang. Hanya PT. Timah. Tbk, yang melakukan penambangan. Karena PT. Timah memiliki kemampuan dalam pembiayaan dan alat-alat yang mendukung reklamasi tanah tambangan tersebut.
Menambang timah, tidak hanya dilakukan dilahan tanah di darat. Penambangan timah juga dilakukan di tepi pantai atau di laut. Hal inilah yang menyebabkan ekosistem tepi pantai dan laut menjadi rusak. Ikan-ikan sulit ditemukan. Para nelayan yang mencari dan menangkap ikan harus pergi jauh dari pantai.
Harga Timah Bangka Kini merangkak naik
Covid-19 masih menjadi hambatan aktivitas masyarakat Bangka. Namun, berjuang untuk hidup pun harus terus dijalankan. Satu aktivitas yang sekarang sedang menggeliat di pulau timah dan lada putih ini adalah aktivitas penambangan timah. Timah, barang tambang langkah sekaligus laku di pasar global. Memang sudah untuk mendapatkan "pasir hitam" ini dalam jumlah banyak kalau dilakukan dengan peralatan yang tradisional. Namun, barang langkah ini menjadi daya tarik tersendiri.
Beberapa bulan lalu, harganya naik turun. Sekarang harganya cukup tinggi, sekitar dua ratusan ribu ke atas. Harga yang merangkak naik terus inilah, yang mendorong masyarakat untuk menambang. Masyarakat menambang dengan peralatan yang sederhana. Seperti mesin pemompa air, sakan (papan-papan dibentuk seperti persegipanjang), karpet, dan tenaga manusia. Inilah yang disebut orang Bangka dengan nama tambang inkonvensional (TI).