Atlet itu olahragawan. Dia siap bertanding. Siap fisik dan mental. Fisik dilatih supaya kuat, tangkas dan ulet. Mental diasah agar menjadi bernyali ksatria. Membangkitkan naluri untuk bersaing. Mungkin tidak hanya itu. Kecepatan pun harus digenjot dengan perpaduan fisik dan mental.
Atlet kita banyak sekali. Kenapa banyak? Bayangkan, sejak Indonesia berdiri sebagai satu bangsa dan negara, ada perlombaan baik nasional maupun internasional, selalu saja ada atlet. Berapa banyak jumlahnya? Tentu tak terhitungkan. Belum lagi atlet yang hanya mengukir dalam perlombaan antar kelurahan, kecamatan, dan propinsi, plus atlet antar antar sekolah atau lembaga tertentu yang menyelenggarakan perlombaan.
Atlet itu berjuang untuk memenangkan suatu perlombaan. Tidak pernah membayangkan untuk kalah. Jiwa bersaing dalam dirinya inilah memendorong seorang atlet, mengorbankan banyak hal untuk merebut kemenangan.
Apa yang dia perjuangkan? Nama baik dirinya sendiri? Nama lembaga yang mengutusnya? Atau nama cabang olahraga yang diikutinya? Dari beberapa pertanyaan yang dikemukakan ini, hemat saya, ada tiga hal pokok yang menjadi perjuangan seorang atlet.
Pertama, mengharumkan nama bangsa atau negara.
Hal ini boleh kita sandingkan dengan atlet buluhtangkis dalam Olympiade Tokyo, Jepang. Begitu meraih emas, begitu harumnya nama Indonesia. Bahkan lambang negara Merah Putih dicium dan dipeluk para atlet. Harumkan nama bangsa atau negara, itulah jiwa patriot anak bangsa. Jiwa ini melahirkan sikap menjunjung tinggi akan negerinya sendiri. Bangsanya berjaya karena perjuangan, usahanya, dukungan warga, dan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, mengolah bakat dan talenta yang dimiliki.
Olahragawan, tidak hanya sekedar bakat atau talenta. Olahragawan itu kemampuan mengasah bakat atau talenta yang dimilikinya hingga mencapai sesuatu yang dicita-citakan.
Misalnya, olahrawan itu bakatnya bermain buluhtangkis, maka permainan ini pun harus diasah. Jika hanya sekedar bakat saja, iya....paling-paling perlombaan sekitar kelurahan saja. Kalau olahragawan itu talentanya bermain bolakaki, belum tentu dapat bermain pedang sehingga untuk dilatih dan mengikuti pertandingkan anggar. Rasanya sangat sulit seseorang olahragawan memiliki kemampuan yang sama pada dua atau tiga cabang olahraga. Jika ada pun, mungkin minim.
Ketiga, berani merugi dalam waktu, tenaga, dan living cost dalam pelatihan.
Atlet, jarang ditemukan alamiah langsung berhasil meraih emas. Atlet membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya dalam mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, tenaga pelatih yang mumpungi pun harus tersedia. Juga dibutuhkan tempat pelatihan yang nyaman dan aman. Bahkan membutuhkan suatu lembaga khusus semacam sekolah, untuk rutin melakukan pelatihan siang dan malam. Apalagi, pelatihan terakhir untuk siap bertanding.