Lihat ke Halaman Asli

Alfonsus G. Liwun

Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Liatkong

Diperbarui: 25 Juli 2021   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri, salah satu sungai di Sungailiat, 24/7/2021

Liatkong, dialek Tionghoa Bangka yang artinya sungai kuning, atau dalam bahasa Indonesia sungailiat. Sungailiat, sungai penuh air dengan berwarna kuning. Mengapa demikian?

Cerita yang tertutur bahwa sungai dengan air penuh itu mengalir dari lubang-lubang camui (lubang bekas tambang timah). Air yang mengalir membawa tanah-tanah kuning, tanah liat bekas tambang.

Air hujan atau air yang dipakai untuk menambang timah. Hujan besar plus hutan yang gundul mengalir membentuk sungai. Bahkan bekas-bekas aliran itu kemudian menjadi sungai entah itu sungai kecil ataupun menjadi sebuah sungai besar.

Sungailiat menjadi sebuah nama salah satu ibu kota kabupaten di Pulau Bangka, Kabupaten Bangka. Kota ini dibelah beberapa sungai, ada sungai kecil dan ada sungai besar.

Saya sendiri pernah menghitung sungai-sungai ini. Ada dua sungai yang besar, sungai Batu Rusa sungai yang lebih besar. Sungai ini sebelum sungailiat ketika kita dari Kota Pangkalpinang.

Dan sungai agak kecil di luar kota sebelah utara, sungai di Deniang. Sementara sungai-sungai di kota Sungailiat sendiri, sungai-sungai yang kecil.

Bahkan hampir tak terlihat lagi, karena sudah ditutupi perumahan warga. Kita hanya bisa melihat kalau melewati jalan raya dengan ditandai jembatan kecil atau deker.

Sungai-sungai kecil hampir pasti kering, karena debet air hanya berharap dari air hujan. Tidak ada hujan, airnya tak mengalir, hanya menggenang saja. Apalagi, mentalitas orang untuk menghargai daerah aliran air belum begitu maksimal.

Sehingga sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Terbongkar, ketika hujan lebat melanda, sungai-sungai tidak hanya mengalir air yang besar tetapi berbagai jenis sampah pun keluar ke jalan raya. Ekosistem yang ada didalam sungai-sungai kecil, hanya ikan-ikan kecil. Lumut-lumut dan rumput-rumput liar menghiasi sungai. 

Sementara sungai besar seperti sungai Batu Rusa, tak bisa dipastikan ada ikan atau hewan air atau tidak, tak begitu diharapkan. Karena aliran airnya kotor, karena penuh lumpur dan tak dapat melihat dasar sungai. Hanya menjadi tempat tambatan perahu-perahu kecil masyarakat. Perahu yang dipakai masyarkat untuk mencari udang, kepiting, dan ikan di laut.

Pengelolaan sungai menjadi harapan belum terlalu baik. Satu hal yang menyebabkan ini adalah budaya "tak kawa nyusah". Sebuah budaya yang tidak mau menyusahkan orang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline