Kata "new normal" bisa diterjemahkan dengan kata-kata "kelaziman baru" atau "kenormalan baru". Kata-kata ini dan sekaligus esensi dari kata-kata ini merupakan suatu proses hasil pembelajaran di tengah wabah Covid-19. Bahwa selama mewabah Covid-19, manusia baik secara individu maupun komunal begitu sulit berjumpa, begitu sulit menghadapi perkembangan ekonomi, dan begitu sulit memperjuangan hidup.
Kalau pun mau berjuang untuk hidup sosial dan bekerja, seseorang harus mematuhi protokol baik protokol pusat maupun daerah. Protokol yang lazim seperti bekerja dari rumah, selalu memakai masker, sering-sering cuci tangan bahkan lamanya mencuci tanganpun diukur dengan waktu, menjaga jarak dengan orang lain jarak 1-2 meter, menghindari bersalaman, menghindari perjumpaan dengan banyak orang, dan lain sebagainya. Dan lebih tragis lagi ada protokol lokal yang benar-benar menjadi "penjara" bagi bagi masyarakat lain, seperti menutup jalan raya. Keseluruhan protokol itu memang benar bahwa demi untuk keselamatan masyarakat. Namun tak bisa dipungkiri bahwa nyatanya ada yang sungguh mengecewakan warga lokal dan tetangganya.
Ketika "new normal" didengungkan dan mulai viral, ada begitu warganet yang memberikan opini, pendapat, dan komentar singkat bahwa "new normal" adalah suatu pelonggaran PSBB. Bahkan ada yang berpendapat bahwa "new normal" merupakan suatu pengetatan protokol. Bapa Uskup Keuskupan Pangkalpinang melihat bahwa munculnya "new normal" merupakan suatu hasil proses pembelajaran kita bersama dari situasi pandemi Covid-19 yang kita alami saat ini.
Beliau menjelaskan bahwa manusia ini khususnya sebagai umat Katolik memiliki kepercayaan kepada Allah Tritunggal Mahakudus. Dalam mengimani, sebagai orang Katolik seseorang memahami dan mempercayai bahwa Allah Tritunggal yang Mahakudus itu memiliki kasih. Kasih Allah ini dalam hubungan dengan manusia. Dalam kasih itu, Allah hanya memiliki satu rencana untuk manusia yaitu bahwa keselamatan manusia itu sendiri.
Tujuan Allah untuk manusia ini tentu ditelusuri dalam konteks saat ini, yang berhubungan dengan mewabahnya Covid-19, bertentang dengan esensi keselamatan itu sendiri. Karena itu, tegas Mgr. Sunarko, kita mestinya membangun sikap berjuang semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kita miliki untuk mendukung protokol medis dengan berperilaku yang baik. Berperilaku yang baik itu mematuhi protokol kesehatan dengan tetap memakai masker, menjaga jarak, bekerja dari rumah, mencuci tangan, menjaga kesehatan, dan mengkonsumsi makanan bergizi.
Selain itu, sikap berikutnya ialah harus menumbuhkan atau membangkitkan sikap solider, tanggungjawab bersama, gotong royong, peka, dan murahhati. Dalam hubungan dengan sikap ini, sangat cocok dengan tema pastoral keuskupan kita tahun ini, yaitu communio. Kekhasan masyarakat kita ialah hidup bergotongroyong yang mungkin tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini merupakan ranting tertinggi untuk hidup bangsa kita.
Dari situasi pandemi Covid-19 ini, Pimpinan Gereja Lokal di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau menemukan bahwa aspek lain dari situasi ini sehingga muncul wacana "new normal" yang mendukung pertumbuhan kesehatan dan perekonomian warga ialah kesadaran dalam proses pembelajaran. Selama beberapa bulan menghadapi pandemi Covid-19, tentu ada banyak hal yang kita belajar. Perubahan dari sikap hidup individual kepada kolektif dengan cara-cara hidup solider, peka, tanggungjawab bersama, dan gotong royong. Tentu sikap-sikap komsumerisme, hedonisme, dll, jarang kita lakukan lagi.
Kita mulai belajar untuk hidup kembali dengan tanggungjawab bersama dengan saling tolong menolong dan peduli terhadap orang lain. Bahkan aspek lain pun muncul, aspek cinta pada ekologi. Bulan Mei, umat Katolik mendoakan Rosario Laudato Si, doa yang mendukung keutuhan ciptaan, lingkungan hidup. Semangat dari doa ini, mudah-mudahan ketika "kenormalan"kembali dalam hidup, kita tidak kembali merusak lingkungan hidup, membawa perubahan kepada ekologis.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Mgr. Adrianus Sunarko, ofm dalam Talkshow dengan tema Cerita Jurnalis Katolik Menghidupi New Normal Pekan Komunikasi Sosial 2020, dalam Live Streaming Komsos Keuskupan Pangkalpinang pada Rabu, 27 Mei 2020 dari pukul 15.00-16.30 di Kapel Keuskupan Pangkalpinang. Hadir dalam live Streaming selain Prof. Dr. Mgr. Adrianus Sunarko, ofm, juga Bapak Agus Ismunarno, jurnalis senior Bangka Belitung, RD. Stef Kelen, delegatus Komisi Komunikasi Sosial, dan Bang Joko, jurnalis tv Propinsi Bangka Belitung.
Dalam live Streaming itu Bapa Uskup, Bapak Agus, RD. Stef dan bang Joko serta moderator Respi Leba, bersepakat bahwa untuk mengabarkan atau memberitakan momen-momen seperti "new normal" ataupun momen-momen lainnya, media massa sosial adalah sarana yang efektif untuk mempromosikan new normal, situasi yang dihadapi bangsa dan negara dengan bentuk storytelling yang konstruktif, bukan destruktif. Atau dengan mengutip Romo Sindhu, SJ Bapak Agus menegaskan seorang jurnalis dengan bentuk storutelling harus mampu menggabungkan jurnalisme fakta dan jusnalisme sastra, sehingga menjadi jurnalisme sastrawi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H