Lihat ke Halaman Asli

Alfonsius Febryan

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Menjadi Guru di Pedalaman Butuh Kerelaan

Diperbarui: 5 Februari 2020   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi seorang guru yang mengajar di sekolah pedalaman (sumber: manado.tribunnews.com)

"Saya percaya ketika seorang guru bekerja dengan niat baik, leluhur dan nenek moyang orang Papua merestui bahkan Tuhan melihat semua ketulusan kita maka diberkati semua usaha kita." 

Begitulah kutipan ini tertulis berdasarkan kisah tentang Perjuangan Guru di Pedalaman Papua (kompas, 5/1/2020). Sharing tersebut memuat sebuah pengalaman seorang guru di pedalaman bernama Diana Da Costa tentang bagaimana kondisi pendidikan di pedalaman kabupaten Mappi. 

Kenyataan yang dihadapi adalah siswa yang tidak mengetahui butir-butir pancasila, lirik lagu Indonesia Raya, warna bendera Indonesia menjadi sebuah catatan miris hingga membuatnya bertanya 'mau dibawa kemana nasib anak-anak ini? Mau salahkan siapa?'

Pertanyaan tersebut merupakan titik tolak bahwa tujuan pemerataan pendidikan tanah air seperti jauh dari nilai cemerlang. Sebagaimana tujuannya adalah untuk mencerdaskan bangsa toh, yang didapat berdasarkan catatan di lapangan sungguh menimbulkan kisah miris, lalu kita mau mengelola bagaimana tentang catatan pencapaian indeks prestasi dalam pendidikan republik ini?

Hakikat guru bagi republik ini

Setiap manusia berbangsa dan bertanah air Indonesia tentu setuju bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sebab darinya terdapat proses manusia yang menjadi seorang insan, sebagaimana pendapat Driyarkara bahwa, apa yang kita sebut pendidikan (mendidik dan dididik) bukanlah suatu perbuatan tertentu, melainkan kompleks dari banyak perbuatan-perbuatan yang sebagai keseluruhan dijuruskan ke arah tertentu yaitu memanusiakan manusia. 

Sehingga dengan kata lain pahlawan tanpa tanda jasa mengisyaratkan bahwa dengan seluruh tenaga dan bobot kecerdasan yang dimiliki oleh guru hendaknya tercakup nilai-nilai kepahlawanan tersebut dengan penekanan tanpa tanda jasa sebagai moralitas dari seorang guru. 

Dan oleh karena itu pulalah pahlawan sebagai gelar bagi guru ini menjadi cukup istimewa karena ia bukan membebaskan citra kolonial seperti pahlawan di masa penjajahan, tetapi justru membawa aura kebebasan yang tak lekang oleh waktu pada pengamalan insani dari tiap-tiap peserta didiknya.  

Moralitas tanpa tanda jasa diartikan bahwa setiap tanggung jawab guru tidak diiringi kepentingan apapun, bukan pula materi apalagi tunjangan justru lebih pada pengabdian. 

Tentu saja pengabdian ini adalah yang membedakan identitas pahlawan dalam diri guru ketimbangan pahlawan dalam citra apapun, oleh sebab di dalam citra guru sebagai pahlawan memuat hal yang melampaui bukan hanya sekadar pada gerakan demi menunjang hari ini, melainkan demi menunjangnya harapan akan masa depan bagi tiap-tiap generasi. 

Untuk itulah menjadi seorang guru tidak hanya digariskan pada pengajaran semata melainkan menjawab realitas dunia dan membawa perubahan akhlak bagi tiap insannya yakni memanusiakan manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline