Yang terhormat bapak presiden, pertama saya ucapkan selamat atas reshuffle yang Bapak lakukan di penghujung tahun kedua ini. Semoga tim yang baru semakin solid dan cepat dalam mengatasi permasalahan bangsa. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Sri Mulyani yang bersedia pulang demi membangun negeri. Semoga ekonomi Indonesia semakin mantap dengan kebijakan-kebijakan Ibu nantinya.
Pak presiden, saat isu reshuffle mulai gencar terdengar, saya tidak pernah membayangkan bahwa Pak Anies Baswedan akan ikut terlempar dari kabinet. Apalagi bulan Juli begini saya masih euforia dengan kesempatan yang diberikan untuk mengantar anak saya di hari pertama sekolahnya. Sejak mengenal beliau dan program Indonesia Mengajar, saya sangat berharap Pak Anies bisa jadi Mendikbud. Rupanya Pak Jokowi mendengar kata hati saya. One credit for Mr. President from me.
Pertama kali Pak Anies jadi Mendikbud saya tercengang dengan kebijakannya tentang indeks integritas sekolah. Wah, akhirnya ada juga Mendikbud yang mengedepankan pendidikan moral, bukan hanya sekedar mengejar angka-angka. Kemudian kebijakan tidak boleh ada perploncoan. Alhamdulillah, batin saya, akhirnya tradisi pembodohan ini akan diakhiri. Yang bisa saya baca adalah Pak Anies mengedepankan pendidikan karakter, character building.
Hal yang sebenarnya merupakan pondasi tapi malah diabaikan selama ini. Buat saya sih sejalan sekali dengan revolusi mental pak presiden. Teman yang bekerja di Kemendikbud juga sering cerita tentang langkah-langkah Pak Anies dalam memperbaiki internal organisasi yang kacaunya sudah mengakar membatu. Dan saya iri betul ketika dia cerita penilaian reformasi birokrasinya bisa meningkat.
Ketika reshuffle diumumkan cukup gempar tanggapan-tanggapan di grup-grup socmed saya. Kebanyakan sih sedih pak. Termasuk saya. Berasa seperti kerupuk yang dicemplungin ke kuah bakso, langsung kisut.
Diskusi demi diskusi berlangsung di grup-grup. Ada satu teman yang menyajikan kegagalan Pak Anies memenuhi indikator-indikator semacam penerapan kurikulum dan pembangunan gedung sekolah. Hmm.. Iya juga sih. Mungkin saya terlalu terbawa perasaan sehingga tidak dapat melihat secara obyektif. Tapi pak, karakter kan tidak bisa diubah hanya dalam waktu 2 tahun?
Kalau membangun gedung sih asal ada anggarannya saja. Apakah Pak Anies belum menyentuh pendidikan di daerah tertinggal? Lha waktu belum jadi menteri saja sudah bisa menggerakkan orang untuk peduli terhadap pendidikan di pelosok-pelosok kok. Masa iya setelah jadi menteri malah tidak memperhatikan? Belum terlihat saja kali, batin saya.
Wah saya masih baper sampai sore ini pak. Kenapa mendikbud harus diganti? Tapi ya sudahlah. Ibarat mantan yang sudah menikah, sudah tidak bisa diharapkan kembalinya. Saya cuma berharap dapat pasangan baru, eh, menteri baru yang bisa meneruskan character buildingnya Pak Anies. Semoga anak saya nanti dapat menikmati pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada nilai-nilai akademis.
Begitu harapan saya kepada Pak Muhajir, Mendikbud yang baru. Mohon dijadikan bahan pertimbangan ya pak dalam memutuskan kebijakan-kebijakan Bapak ke depan.
Terima kasih kepada Pak Anies yang begitu menginsipirasi. Selamat bekerja kepada Pak Muhajir. Tolong selamatkan akhlak dan moral penerus bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H