Lihat ke Halaman Asli

Alfiya Mala

MAHASISWA

Mengenal Lebih Jauh Pemikiran Politik Milik Al-Farabi

Diperbarui: 2 November 2019   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Nasr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkaz ibn Auzalagh. Beliau lahir di Farab tahun 257 H dan wafat pada tahun 339 H. Ia berpendapat bahwa sumber kebenaran itu ada dua, yaitu agama dan akal (filsafat), baginya agama dan filsafat tidak bertentangan, karena keduanya itu sama-sama mencari kebenaran.

Pemikirannya yang terkenal adalah teori Kontrak Sosial, bahwa manusia makhluk sosial yang memiliki kecanderungan untuk bermuamalah atau bermasyarakat. Karena manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, yang mencangkup kebutuhan materi dan kebutuhan spiritual.

Menurutnya negara yang baik adalah negara yang masyarakatnya saling berkerjasama, saling membantu, dan tidak egois. Keberagaman masyarakat itu dipimpin oleh satu orang komando yang menjalankan fungsi-fungsinya. Ada tiga tingkatan masyarakat menurut Al-Farabi, yaitu masyarakat utama, kedua, dan umum.

Kriteria pemimpin menurut Al-Farabi adalah lengkap anggota badannya, baik daya pahamnya, intelektual yang tinggi, cerdik dan pintar, mudah menyampaikan pendapat dan dapat dengan baik dipahami oleh orang lain, memiliki kecitaan terhadap Ilmu Pengetahuan, tidak rakus, cinta jujur, berjiwa besar, cinta keadilan, kuat pendirian, dan yang terakhir tidak terikat dengan materi.

Al-farabi membagi Negara gagal menjadi 4 klasifikasi, pertama Almadinah Aljahiliyah yaitu dimana masyarakatnya tidak mengenal kebahagiaan, kebahagiaan menurut mereka adalah dikala badan sehat, kara raya, dan sukses lahiriyah.

Kedua, Negara Fasik, yaitu dimana masyarakatnya tau arti kebahagiaan yang sebenarnya, akan tetapi tingkah lakunya tidak menuju kebahagiaan yang hakiki (mengerti akan adanya Tuhan, tetapi enggan untuk mengakuinya).

Ketiga, Negara Sesat, yaitu dimana masyarakatnya memiliki kesalahan dalam memahami atau memandang keberadaan Tuhan dan agama. Dan yang terakhir Almadinah Almutabaddilah, dimana penduduknya dahulu merasakan kebahagian dan sekarang tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline