Kasus yang menimpa Baiq Nuril, mantan guru SMA 7 Mataram perihal pelecehan seksual yang dialaminya oleh oknum kepala sekolah, akhir-akhir ini santer dibicarakan oleh kalangan masyarakat. Bagaimana tidak, posisi korban yang harusnya mendapat perlindungan justru mendapat hukuman 6 bulan penjara dan denda 500 juta seakan tak masuk akal. Bahkan, pengacara sekelas Hotman Paris angkat bicara dengan kasus ini. Ia menyayangkan, posisi Baiq Nuril sebagai korban diputuskan bersalah karena menuntut keadilan.
Kita tahu, bahwasanya pendidikan di Indonesia tak jarang diwarnai kasus yang tak seharusnya ada dan notabene mencoreng nama baik pendidikan itu sendiri. Yang terakhir, kasus Baiq Nuril menambah deretan potret buruk pendidikan di negeri ini.
Pendidikan harusnya menjadi potret baik untuk kemajuan bangsa. Menyelamatkan pendidikan di Indonesia, salah satunya melalui perbaikan internal dalam pendidik itu sendiri. Adapun perbaikan tersebut bisa diaplikasikan dengan mengadopsi pola pengorganisasian pada bimbingan dan konseling. Pola-pola tersebut diantaranya:
Pola organisasi. Pada pola ini, kepala sekolah berwenang menentukan kebijakan-kebijakan yang terdapat di lingkungan sekolah. Kepala sekolah yang baik akan melaksanakan kewajiban dengan benar, bertanggung jawab sebagai pimpinan organisasi dan mengayomi seluruh bawahannya. Dengan terwujudnya tugas kepala sekolah yang diharapkan, maka tindakan penyimpangan tak akan terjadi.
Pola generalis. Pola ini mengharuskan seluruh guru dan staff bertanggung jawab atas tugas-tugas yang mereka emban.
Dengan dua pola ini, dapat menghasilkan kegiatan antara kepala sekolah, pendidik, dan yang bersangkutan dengan teratur, lancar, tertib dan sesuai mekanisme kerja. Berbagai pihak saling bekerja sama sesuai tugasnya masing-masing, sehingga terwujudnya potret pendidikan yang diharapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H