Lihat ke Halaman Asli

alfitra fariz

amor fati ego fatum brutum

Pemberdayaan Keterampikan Critical Thinking bagi Peserta Didik di Era Merdeka Belajar

Diperbarui: 24 Mei 2022   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemampuan berpikir kritis (Critical Thinking) merupakan salah satu kemampuan penting yang wajib dimiliki dan dikembangan setiap peserta didik di era ini guna menunjang keberhasilan dalam sebuah proses pembelajaran. Kemampuan untuk berpikir kritis merupakan salah satu kebutuhan hidup di abad 21 serta sebuah life skill untuk mengatasi berbagai permasalahan kompleks dalam dimensi perkembangan ilmu pengetahuan. Sikap kritis dalam berpikir yang dimiliki oleh peserta didik sebagai sebuah keterampilan atau kemampuan akan memudahkan dirinya untuk beradaptasi dengan lingkungan serta perkembangan zaman (Prayogi et al., 2018). 

Hal tersebut didukung pendapat (Cekin, 2015) yang mengungkapkan bahwa untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi setiap saat, maka sudah seharusnya setiap peserta didik memiliki keterampilan untuk berpikir kritis. 

Keterampilan berpikir kritis juga dapat membantu peserta didik unutuk menganalisis kekuatan atau kelebihan dan kelemahan dari peristiwa yang terjadi serta menganalisis permasalahan yang terjadi sehingga bisa membuat keputusan yang tepat berdasar opini yang jelas dan memiliki usaha untuk mempertahankan keputusan atau kesimpulan yang dibuatnya (Hashemi, 2011).

Pada era distrubsi teknologi ini, tantangan terkait peningkatan mutu dalam berbagai aspek kehidupan tidak dapat ditampik lagi. Pesatnya perkembangan teknologi dan tekanan globalisasi yang menghapuskan sekat batas antar bernegara, seolah mewajibkan bagi setiap bangsa untuk mengerahkan pikiran dan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya agar bisa tetap survive dan dapat memenangkan persaingan dalam perebutan pemanfaatan kesempatan dalam semua aspek  kehidupan. 

Dengan demikian, perlu adanya peningkatan sikap kompetitif secara sistematik dan berkelanjutan terhadap sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, pendidikan dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya saing bangsa agar mampu berkompetisi dalam persaingan pasar global. 

Hal tersebut dapat tercapai jika pendidikan di sekolah diarahkan tidak semata-mata pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep ilmiah atau juga sebatas menyerukan peserta didik nutuk membaca dan menghafal, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan beripikir siswa, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kristis.  

Pendidik perlu melakukan revolusi besar-besar terhadap pratik mengajar dan Mulai mengajarkan siswanya untuk belajar berpikir secara mendalam agar mampu bersaing dalam kompetisi bidang kehidupan. Kehidupan dalam era globalisasi dipenuhi oleh kompetisi-kompetisi yang sangat ketat. Keunggulan dalam berkompetisi terletak pada kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi, kemampuan analitis-kritis, keakuratan dalam pengambilan keputusan, dan tindakan yang proaktif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Sejalan dengan permasalahan kemampuan berpikir komprehensif yang wajib dimiliki setiap peserta didik sebagai guna menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, pemerintah melaui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengelurakan sebuah penyesuaian kurikulum yang disebut sebagai merdeka belajar pada awal pandemi covid-19. Merdeka belajar dalam arti sekolah, guru-guru, dan muridnya, mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan berkreasi dalam proses belajar mengajar. 

Akibatnya, guru sangat dianjurkan untuk tidak bersikap monoton (membosankan) dan pembelajaran tidak terpusat pada guru (teacher center). Kebijakan merdeka belajar merupakan kebijakan yang dirancang sedemikian rupa oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional agar terciptanya suasana pendidikan yang dinamis dan menyenangkan. 

Kebijakan ini dibuat untuk mengembangkan dengan menyesuaikan kondisi pendidikan saat ini, yang mana tidak perlu adanya penyamaan tingkat kemampuan pada siswa, sehingga hal ini memberikan kemerdekaan bagi guru untuk menentukan level yang sesuai bagi para siswnya.

Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa salah satu hal yang harus menjadi sorotan dalam Merdeka Belajar adalah kemerdekaan berpikir. Kemerdekaan berpikir menjadi salah satu fondasi dasar dari program Merdeka Belajar. Nadiem juga menyebutkan bahwa kemerdekaan berpikir harus dipraktikkan oleh para guru terlebih dahulu sebelum diajarkan kepada para peseta didik (Arjanto, 2022).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline