Lihat ke Halaman Asli

alfitra fariz

amor fati ego fatum brutum

OJK, Kemarin ke Mana Saja: Simalakama Pinjaman Online

Diperbarui: 27 Desember 2021   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

OJK, KEMARIN KEMANA SAJA: Sebuah Kritik Terhadap Lemahnya Upaya Preventif Dan Tanggung Jawab Sosial Yang Dihadirkan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Terhadap Dinamika Pinjol Ilegal Selama Masa Pandemi.

Pandemi covid-19 yang telah menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020 telah membawa dampak implikasi yang besar di seluruh sektor fundamental kehidupan masyarakat, khususnya sektor ekonomi. Hal ini juga kemudian diperparah lagi dengan kebijakan berbagai negara dalam memerangi wabah yang menyebabkan ekonomi semakin parah (Syahputra, Armayani, & Syahmalluddin, 2020). Selain itu, kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk membatasi aktivitas sosial masyarakat sebagai upaya kebertahan terhadap serangan Covid-19, seperti PSBB dan PPKM, telah menimbulkan kerugian ekonomi secara nasional.


Berdasarkan perhitungan Year on Year, pertumbuhan ekonomi Indonesaia pada triwulan pertamanya di tahun 2020 menunjukkan adanya pelemahan dengan hanya mencapai 2,97% dibandingkan capaian triwulan pertama tahun 2019 yang sebesar 5.07%. Data pada triwulan kedua pada tahun 2020 juga kurang bersahabat dengan menunjukkan kemunduran yang dalam, yakni sebesar -5,32%, terburuk sejak tahun 1999. Data pada triwulan ketiga mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,49 %, sedangkan pada triwulan keempat mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,19%. Dampak dari menurunnya persentase ekonomi di Indonesia, salah satunya adalah peningkatan angka pengangguran dan penduduk miskin yang disebabkan karena PHK selama masa pandemi Covid-19.
Selain itu dilansir dari bisnis.com, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III/2021 sebesar 3,51 persen (year on year/yoy). Angka ini melambat dibandingkan kuartal II/2021 yang tumbuh sebesar 7,07 persen. Menurut Margo Suwono selaku kepala dari BPS mengatakan bahwa penerapan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) memiliki dampak yang besar pada pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021. Margo menuturkan mobilitas penduduk pada periode ini menurun dibandingkan sebelumnya.


Indonesia sendiri telah melakukan berbagai langkah guna mengurangi dampak pandemi Covid-19 bagi masyarakat. Beberapa langkah yang telah dilakukan seperti penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility menjadi 4% dan suku bunga Landing Facility menjadi 5.50%. Langkah ini dilakukan untuk memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi ditengah pandemi Covid-19. Langkah ini juga diambil agar menjaga inflasi tetap terkendali dan stabilitas eksternal dapat terus dijaga (Wibowo, 2017).


Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah melakukan peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah telah membentuk 3 (tiga) pilar kebijakan yang telah dilakukan diantaranya peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin banyak konsumsi maka ekonomi akan mengalami kenaikan. Konsumsi sendiri dinilai memiliki peran penting terkait dengan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat.


Dana tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan listrik dan batuan -- bantuan lainnya. Pemerintah daerah juga telah berupaya untuk menggerakkan dunia usaha melalui pemberian insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Pemerintah memberikan bantuan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia juga telah menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Penurunan suku bunga guna meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha.


Namun sepertinya upaya-upaya yang dihadirkan pemerintah tersebut nampaknya belum bisa mengcover semua permasalahan ekonomi masyarakat yang ditimbulkan oleh efek pandemi, khususnya pada dunia usaha. Dunia usaha sendiri saat ini sudah mulai kelimpungan (Savitri, 2021). Proses input dan output ekonomi banyak yang macet. Banyak perusahaan yang menutup pabriknya akibat daya beli masyarakat yang terus menurun. Selain itu, Pemutusan Hubungan Kerja juga terjadi di berbagai sektor dan di berbagai daerah di Indonesia. Dilansir dari merdeka.com, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mencatat terdapat 17,8 persen perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi covid-19. Selain itu, 25,6 persen perusahaan merumahkan pekerjanya, dan 10 persen perusahaan melakukan keduanya. Masyarakat kecil pelaku UMKM, petani, nelayan dan buruh yang mengharapkan pendapatan harian bahkan mengalami dampak yang lebih parah. Hal ini tentunya membuat meningkatkan jumlah penggangguran di Indonesia sehingga memicu terjadinya peningkatan angka kemiskinan nasional sekaligus kondisi rentan pangan dan krisisi kelaparan ditengah masyarakat.


Kondisi pengganguran yang terus meningkat ini tentu akan berdampak pada tingkat kemiskinan yang akan meningkat pula. Dilansir dari Bisnis.com, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) merilis laporan catatan awal tahun, yang memproyeksikan tingkat pengangguran dan kemiskinan diproyeksi meningkat pada 2021. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Junaidi Rachbini juga mengatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka diperkirakan akan naik hampir dua kali lipat yakni sebesar 7,8 persen atau sebanyak 10,4 juta jiwa.


Akibat dari kurang optimalnya peran pemerintah dalam menanggulangi dampak ekonomi ditengah masyarakat, khususnya pada masyarakat pengganguran, akhirnya mengundang beragam sektor swasta untuk ikut hadir ditengah masyarakat. Saat ini, guna membantu masyarakat keluar dari kesulitan ekonomi, banyak jasa Pinjaman Online (Pinjol) yang dimotori oleh berbagai pihak swasta hadir menawarkan pinjaman dengan bunga rendah. Pinjaman Online ini sendiri dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat dengan hanya bermodalkan dokumen berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Smartphone. Di masa pandemi saat ini, pinjol dianggap sebagai dewa penolong bagi masyarakat, karena mampu memberikan dana secara cepat untuk memenuhi kebutuhan harian dengan syarat-syarat yang mudah, bahkan tanpa jaminan barang fisik.


Pinjaman Online (pinjol) sendiri bukanlah sebuah barang baru ditengah masyarakat Indonesia. Pinjaman online merupakan layanan keuangan bagi masyarakat, akibat hasil dari kemajuan teknologi dan keuangan dalam perekonomian nasional. Layanan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan perputaran ekonomi yang terus berjalan (Wahyuni & Turisno, 2019). Tumbuh pesatnya pinjol di Indonesia belakangan ini juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti potensi pasar masyarakat Indonesia yang cukup besar dan mejanjikan, ditambah kondisi pandemi saat ini yang sedang menyulitkan banyak ekonomi masyarakat. dilansir dari CNBCIndonesia, saat ini terdapat 104 platform penyelenggara pinjaman online (pinjol) berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


Tentunya kehadiran pinjol yang bertebaran saat ini sedikit-banyak membantu peran pemerintah dalam hal penanganan dampak ekonomi akibat pandemi, sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat yang berakibat pada pemulihan ekonomi nasional. Namun disisi lain, fenomena banjirnya layanan Fintech lending ini mengundang segudang implisit masalah baru, salah satunya adalah menjamurnya platform pinjol ilegal ditengah masyarakat. Kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dengan cepat akhirnya telah dimanfaatkan oleh pelaku pinjaman online ilegal (pinjol ilegal).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline