Lingkungan kampus menjadi tolak ukur bagi mahasiswa/i untuk mengembangakan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Menciptakan lingkungan kampus yang sehat adalah tugas bersama yang harus dilakukan semua individu atau kelompok yang terlibat dalam kehidupan dan kegiatan kampus. Lingkungan kampus yang tidak mendukung menjadi sebuah hambantan yang dapat merugikan dua belah pihak, antara mahasiswa dengan pihak kampus.
Menurut saya, cara untuk menciptakan lingkungan kampus yang sehat adalah dengan menghilangkan tradisi ospek sambil marah-marah. Salah satu hal terkonyol yang dilakukan pihak kampus atau yang dilakukan organisasi mahasiwa di kampus adalah ospek sambil marah-marah. Hampir setiap minggunya itu selalu ada satu dua orang mahasiswa yang saya temui setelah di bullying atau dirundung atau mengikuti program kampus yang namanya itulah apalah, tapi isinya di dalamnya sebenarnya skenario perundungan yang dibuat sedemikian rupa seakan-akan itu pendidikan dengan alasan macam-macam, ini untuk membentuk mental, penguatan mental.
Tahukan kalian bahwa setiap minggunya, selalu ada mahasiswa yang di bullying atau dirundung setelah mengikuti kegiatan tersebut, bahkan mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan tersebut pun mendapatkan hal yang sama. Hasil dari yang kita sebut menguatkan mental itu, menguatkan mental atau merusak mental sebenarnya.
Sebagai contoh, menurut sebuah studi dari Journal Of Adolescent Health, mahasiswa yang menjadi korban perundungan di lingkungan akademik memiliki resiko 2-3 kali lebih besar mengalami gangguan kecemasan atau depresi. Ini menunjukkan bahwa yang disebut menguatkan mental sebenarnya bisa sangat merusak.
Dan itu konyol sekali kalau kita teruskan demikian. Pertama, nggak ada bukti ilmiah bahwa marah-marah itu menguatkan mental, nggak ada. Dimarah-marahin itu konyol, katakanlah cuma 1% orang yang di bullying atau dirundung dari mahasiswa yang ikut ospek, tapi 1% itu banyak loh. Misalnya, ada 100 orang, satu orang menjadi korban bullying atau dirundung, yang harusnya dia tidak pantas mendaptakan perlakuan seperti itu malah sebaliknya, kasihan mahasiswa yang menjadi korban perundungan tersebut.
Sebagai contoh misalnya, kampus kita menghapus atau meniadakan ospek sambil marah-marah yang tadi dan mengantinya dengan kegiatan berbasis empati dan solidaritas (kegiatan refleksi diri dan sharing session) dimana mahasiswa baru dan senior bisa berbagai pengalaman, perasaan, dan harapan mereka selama di kampus. Bisa saja hasilnya, membuat kebahagian dan kesehatan mental mahasiswa meningkat. Ini bisa saja kita terapkan di kampus agar menciptakan lingkungan kampus yang sehat mental.
Selain dari itu, perlu lingkungan kampus memastikan bahwa setiap mahasiswa perlu memiliki dukungan emosional. Pentingnya mahasiswa memiliki jaringan sosial yang kuat di kampus untuk mendukung kesehatan mental mereka. Kita semua tahu bahwa hidup sebagai mahasiswa tidak selalu mudah tapi tahukah kamu bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan ini. Dukungan emosional itu penting, ketika kita merasa terbebani mimiliki orangorang disekitar yang peduli sangat berarti. Jadi, ketika kamu merasa kesulitan atau cemas jangan ragu untuk mencari bantuan dari sumber daya kampus yang ada. Kita semua bisa menjadi pendukung emosional bagi sesama mahasiswa, kecilkan jarak dan tawarkan bahu untuk bersandar. Jadi mari kita saling mendukung, mari ciptakan lingkungan kampus yang ramah dan penuh empati, mari bersama-sama membangun kesehatan mental mahasiswa. Bersama-sama kita bisa mengatasi tantangan ini dan membangun kesehatan mental yang kuat dikalangan mahasiswa. Ayo sama-sama kita menghilangkan tradisi ospek sambil marahmarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H