Lihat ke Halaman Asli

Alfira Fembriant

TERVERIFIKASI

Instagram : @Alfira_2808

Alasan Menabung Secukupnya dan Jangan Lupa Menikmati Hasil Kerja

Diperbarui: 22 Agustus 2021   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menabung. (sumber: SHUTTERSTOCK/LOVEYDAY12 via kompas.com)

Membangun sebuah rumah layak huni, menjadi cita-cita di masa lalu. Tabungan pun sudah hampir menyentuh angka tiga digit, dan rencana tidak lama lagi akan mewujudkan keinginan tersebut.

Menabung dengan sangat extream saya lakukan di waktu itu. Setiap penghasilan bulanan 80% langsung masuk ke tabungan. Tidak pernah liburan, tidak pernah belanja baju, tidak pernah beli cemilan, dan tidak pernah yang lain-lain.

Penghasilan bulanan hanya dikurangi untuk memberikan orangtua saja, selebihnya untuk pengeluaran apa pun sangat saya tekan. Walau saya sendiri pun tersiksa atau tidak dapat menikmati profit tersebut di tiap bulannya, dengan alasan hanya ingin menabung.

Terbukti dengan cara seperti itu, memang nominal tabungan saya cepat bertambah. Sehingga setelah sekian lama atau beberapa tahun tersebut, segera dalam waktu dekat akan membangun rumah layak huni yang didambakan di awal artikel.

Namun, Tuhan berkehendak lain. Januari, tahun 2013 lalu, ayah saya kecelakaan motor, dan mengakibatkan beliau gegar otak. Beliau pun dirujuk ke dua rumah sakit besar di Pasuruan, tetapi tidak mampu mengatasi.

Alhasil, di rujuk terakhir ke salah satu rumah sakit besar di Malang. Di sana beliau menjalani operasi, dan setelah itu opname sekitar 15 hari atau dua minggu.

Yang jelas, saat itu juga belum ada atau tidak punya BPJS Kesehatan sejenisnya. Sehingga keseluruhan biaya operasi, hingga biaya opname ditanggung pribadi atau keluarga.

Lantas, karena kebutuhan, sehingga uang tabungan saya itu pun terpakai untuk biaya rumah sakit. Biayanya pun sangat mahal dan tidak terasa tabungan saya pun terkuras habis karena bencana tersebut.

Saya pun bukan anak tunggal, tetapi juga punya satu saudara. Tetapi saya tahu kondisi saudara saya, yang dalam segi keuangan lebih baik saya. Sehingga saya tidak merasa iri pada saudara, meskipun untuk keseluruhan pembayaran rumah sakit untuk ayah, yang menanggung adalah saya.

Namun, setelah tabungan saya terkuras habis karena bencana tersebut, saya pun tercengang. Bertahun-tahun saya sangat menekan pengeluaran; seperti tidak pernah liburan, tidak pernah belanja baju, tidak pernah beli cemilan, dan tidak pernah yang lain-lain. Tapi dengan hanya sekejap, semua tabungan saya sirna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline