Lihat ke Halaman Asli

Transportasi di Wonogiri, dan Problematika

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi adalah salah satu pilar terpenting yang menjadi penopang segala aktivitas. Meningkatnya mobilisasi manusia dan semakin meningkatnya kebutuhan mereka mengakibatkan peran sarana transportasi begitu vital. Setidaknya hal ini kurang disadari oleh pemerintah daerah Wonogiri. Ini adalah isu yang klise, saking seringnya diangkat dan diperjuangkan mungkin rakyat sudah semakin lelah.

Wonogiri adalah kabupaten yang potensial, dengan populasi lebih dari 1,5 juta jiwa (wikipedia) yang setiap harinya beraktivitas di jalur potensial Solo-Pacitan. Kabupaten yang asal-usulnya dari kerajaan kecil bernama Nglaroh ini memang cukup dikenal dengan banyaknya perusahaan otobis yang beroperasi. Otobis menjadi potensial karena secara geografis Wonogiri yang menjadi kabupaten paling selatan di Jawa Tengah dan berbatasan langsung dengan DIY dan Jawa Timur, menguntungkan bagi pelancong untuk bepergian ke kota-kota besar. Namun, ini menjadi tragis karena ini tidak diimbangi dengan jalan raya yang layak pakai. Tercatat keadaan paling parah adalah di sepanjang Ngadirojo-Nguntoronadi.

Setidaknya itulah yang saya alami ketika dua hari menyempatkan diri tilik desa, kaget karena mendapati fasilitas transportasi buat saya jauh dari kata layak. Jalan yang saya lewati pulang banyak berlubang, saya bahkan yakin anak SD pun akan pusing menghitung jumlah lubang yang banyak -di sepanjang Ngadirojo-Nguntoronadi itu. Jalan berlubang tentu membahayakan pengguna jalan, dan ini akan membawa kerugian yang besar dari segi ekonomi. Saya belum menemukan catatan tentang data kecelakaan di wilayah ini selama beberapa bulan terakhir, tetapi dari obrolan dengan kondektur mini bus memang sering terjadi kecelakaan di sepanjang jalan kabupaten ini. Toh, ini dibenarkan dengan adanya pengendara motor yang tarjatuh karena lubang, saat bus yang saya tumpangi melewati daerah sekitar Alas Roban.

Menjadi keheranan, apakah hal ini belum didengar oleh wakil rakyat? Mana mungkin jalan yang separah itu, memakan korban, dan berpotensi mendatangkan banyak kerugian, tidak diketahui oleh mereka yang seharusnya mendengar ini. Marilah berfikir sedikit positif, perihal ini sudah disampaikan ke anggota DPR-D II Wonogiri, DLLAJ, dan juga sudah didengar oleh DPU, mungkin belum ada penanganan lebih lanjut. Selanjutnya, sampai kapan ini mau dibiarkan? Apakah menunggu korban semakin banyak? Jangan sampai ketika ini disampaikan, tanggapan mereka adalah jalan ini masih layak dilewati. Ckck.

Janganlah ini dianggap angin lalu, sekedar pendapat dari masyarakat kecil yang belum pantas diperjuangkan. Satu hal lain yang menggelitik saya, tentang kelanjutan pembangunan jembatan di Ngadiroyo. Jembatan yang sudah sekitar 3 tahun dibangun, karena jembatan lama pernah bergeser dan mengkhawatirkan, tetapi sampai kini konstruksinya dibiarkan menganggur dan menjadi ajang kreativitas corat-coret anak muda. Sekali lagi, Wonogiri adalah daerah yang begitu potensial. Setiap harinya ratusan bus dan truk berat melewati jalanan dari Solo menuju Pacitan dan sebaliknya. Pembangunannya memang tidak mudah, termasuk perawatannya. Jembatan di Ngadiroyo adalah akses vital yang bahkan bila jembatan ini runtuh sewaktu-waktu, orang harus memutar jalan berkali-kali lipat jauhnya. Ketika proyek pembangunan jembatan baru ini dihentikan, jembatan lama akan menanggung beban yang berat dan kondisinya semakin mengkhawatirkan.

Paradigma yang banyak beredar di masyarakat adalah, sebuah daerah akan maju bila mendapat kunjungan dari pejabat negara, minimal selevel menteri lah. Tidak bisa dipungkiri, setiap ada Presiden atau menteri berkunjung ke sebuah daerah, pemerintahannya berbondong-bondong merubah citranya agar tidak malu-maluin di depan para pejabat. Jalanan rusak diperbaiki, pepohonan dirapikan, poster dan baligho ditertibkan di sepanjang jalan yang dilalui. Demi mengejar sebuah pujian atau agar tidak dicap jelek di mata pejabat negara. Nah, kalau kenyataan seperti ini apakah kita perlu berharap jalanan Nguntoronadi-Ngadirojo tersebut dilewati SBY? Agar pemerintah daerah mau cekatan untuk bertindak memperbaiki jalan. Kontras.

Isu lokal semacam ini memang tersisihkan, terutama karena media informasi nasional begitu mendominasi. Di daerah tingkat II seperti Wonogiri ini, surat kabar masih menjadi sarana pengangkatan isu lokal. Menjadi lain cerita bila hal ini diliput oleh stasiun televisi nasional, akan menjadi sarana penjaringan dan pengendalian opini nantinya. Ini ditambah dengan tidak adanya sebuah organisasi oposan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa di level kabupaten karena tidak adanya universitas, maka isu seperti ini menjadi susah untuk diangkat dan menjadi penekanan buat pemerintah. Kritik tebuka semacam ini seharusnya mulai diperbanyak untuk menekan kelalaian penguasa, sekaligus sebagai pemicu kepedulian rakyat yang sebagian besar masih belum tersadar dari keapatisannya. Semoga wakil rakyat mau mendengar dan segera bertindak realistis untuk rakyat.

Salam Mahasiswa !

Alfi Pangestiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline