Lihat ke Halaman Asli

Teruntuk Si Penjual Mainan

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Anak itu merengek, menarik-narik rok sang bunda, terisak-isak sambil  merem-melek, dan akhirnya bunda luluh padanya, mainan kecil bernama tamiya, maju belok kiri kanan jalannya, digerakkan baterai dihentikan lawannya, dan duerr duerrr rusak pula, lain waktu si anak merengek lagi, tarik-tarik rok bunda lagi, selalu begitu lagi, dan bunda luluh lagi, bukan salah sang bunda, bukan salah sang anak, salah siapa? salahkan penjual mainannya, mereka hidup membawa sengsara, cuma kecil modalnya, kecil pula untungnya, membawa suka di mulanya, tapi duka orang tua di belakangnya, mainan yang tak berguna yang sering bawa petaka, kemarin dua anak tertembak pistol-pistolan, kena mata sampai operasi dalam, masa depan mereka terancam suram, dan lagi-lagi itu ulah si penjual mainan, berapa suka yang kau bawa, berapa duka yang mereka terima, uang mereka terbuang percuma, gara-gara mainan yang tak seberapa, pistol-pistolan mengajarkan anak-anak buat berperang, menerjang lawan dan membunuh dengan kejam, mobil-mobilan mengajarkan kecepatan, tak terhadang untuk mengejar kemenangan dan merangsang anak untuk mengebut sembarangan, hape-hapean memboroskan baterai, bunyi yang sama diulang-ulang, tak kreatif dan memprovokasi anak membeli yang beneran, robot-robotan menanamkan kekerasan, pukul ini tendang itu untuk menjatuhkan, seakan zat berperasaan ditaklukkan mainan tak berperasaan, itu bukan produk kita, timpal mereka, itu memang produk cina, dijual di negeri kita, dan segampang itukah mainan tradisional kita ditendang dari tanah airnya, sepele, kecil, dan nyaris tak dilirik, tapi ini bisa menjadi sumber problema yang pelik, sana sini peritiwa serupa bolak-balik, dan sepertinya kita hanya tergelitik, sedikit mengkritik, without a real trick, Indonesia oh Indonesia, kapankah kau akan berhenti dijajah, dijajah moral, dijajah finansial, dijajah pendidikan, dijajah kultural, dijajah dari dalam, dijajah dari luar, si mata kecil berkedip sinis, melirik serial Vicki & Jhony sambil meringis, takut tulisannya tidak kritis, sembari membayangkan kata-kata puitis, *menunggu waktu praktikum jaringan komputer.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline