Lihat ke Halaman Asli

Belajar atau Bermain?

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia bermain adalah dunia anak. Melalui bermain anak dapat mempelajari banyak hal, tanpa disadari dan tidak merasa terbebani. Dengan cara bermain anak dapat mengenal berbagi macam aturan, cara bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerja sama, mengalah, sportif dan banyak kegiatan positif lainnya. Belajar sambil bermain juga dapat meningkatkan kecerdasan mental, bahasa, dan motorik anak dapat berkembang meskipun kadang-kadang tumbuh pula sifat egois mereka ketika sedang dalam keadaan bermain.

Dalam setiap aktivitas pada anak usia dini, selalu ada unsur bermain, sangat sulit sekali mencari pengganti kegiatan yang sepadan dengan kegiatan bermain, begitupun pembelajaran didalam kelas. Bagi anak usia dini bermain lebih menyenangkan dan efektif dilakukan dan dapat memudahkan dalam mencapai tujuan pembelajaran dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan didalam kelas. Pembelajaran di kelas sangat terbatas dan lingkupnya tidak terlalu luas, dan tidak dapat mencapai berbagai tujuan seperti dalam permainan. Oleh karena itu, para pendidik anak usia dini harus mampu memilihkan jenis permainan yang paling tepat untuk setiap anak sebagai sarana pembelajaran.

Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak usia dini, dan merupakan cara yang alami untuk memahami diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Bermain sebagai pembelajaran seharusnya disesuaikan dengan perkembangan usia anak, dan unsur bermainnya secara bertahap bisa dikurangi, dan unsurebelajarnya dapat ditingkatkan.

Pembelajaran anak usia dini seharusnya tidak hanya dilaksanakan didalam kelas, tetapi juga diluar kelas, bahkan bisa jadi di luar sekolah sehingga yang aktif tidak hanya gurunya saja tetapi peserta didik juga harus lebih aktif. Kegiatan belajar tidak bisa hanya dibatasi oleh empat dinding saja maksudnya adalah tidak hanya dilaksanakan didalam kelas karena apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran sangat perlu oleh sarana pendukung yang lebih luas dari pada ruang kelas saja. Dalam hal ini, anak didoraong untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya sebagai penerima informasi dari guru dan tidak cenderung pasif tetapi pembelajaran lebih bermakna.

Dalam standar proses dikemukakan antara lain bahwa proses pembelajaran harus menyenangkan agar anak mudah mencapai tujuan dan membentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD). Untuk kepentingan tersebut, diperlukan adanya keterlibatan emosi anak dalam proses pembelajaran karean factor emosi meupakan factor penting dan menentukan efektivitas proses pembelajaran. Proses belajar menyenangkan (joyfull teaching and learning) akan sangat berarti bagi anak usia dini dan bermanfaat hingga dewasa.

Montessori mengemukakan bahwa masa usia dini merupakan fase absormind, yaitu masa menyerap pikiran, karena mereka akan mudah menyerap kesan, pesan, pengetahuan yang terjadi di lingkungannya seperti spons yang menyerap air diamana anak sangat cepat dalam menerima informasi. Pada fase ini membuat anak lebih cepat menyerap kesan apa pun yang terjadi dan yang ia lihat, begitu juga kesan dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. Jika para pendidik gagal memberikan kesan positif terhadap aktivitas belajar, maka anak akan membencinya sampai tua. Sebaliknya, jika para pendidik berhasil menanamkan kesan yang positif, maka anak akan menyukai belajar sampai dewasa. Pembelajaran dapat dikatakan membosankan jika terlalu mudah atau telalu sulit, monoton, terlalu banyak menuntut sehingga anak merasa tertekan, tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih berkreasi sesuka hati mereka, tidak mengahargai keunikan dan perbedaan anak, memaksakan kehendak guru akan membuat anak merasa jenuh dan dapat menciptakan kesan yang negative. Sebaliknya, pembelajaran yang menyenangkan dan dibarengi dengan permainan yang bervariasi, memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi, menantang dan diminati anak, membuat anak antusias, dan banyak bertanya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa guru telah berhasil menciptakan kesan yang positif dan bermakna dalam belajar.

Referensi: Mulyasa. 2012. Manajemen PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline