Lihat ke Halaman Asli

Alfin Febrian Basundoro

Menuliskan isi pikiran, bukan isi hati

Kegagalan Beruntun Timnas Argentina dalam Turnamen Internasional

Diperbarui: 11 Juli 2019   22:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: https://cdn.vox-cdn.com

Lionel Messi tak dapat menahan kekesalannya. Muka kapten timnas Argentina tersebut merah padam. Peluit panjang baru saja ditiup wasit Roddy Zambrano, papan skor memperlihatkan angka 2-0--kemenangan untuk Brasil. Rekan-rekan Messi--sesama punggawa timnas Argentina terkapar di tengah lapangan dengan ekspresi serupa. 

Sebagian lainnya menutup wajah mereka dengan telapak tangan. Sementara di sisi lain lapangan, para anggota timnas Brasil bersorak-sorai meluapkan kegembiraan bersama puluhan ribu suporter mereka. Stadion Mineirao menjadi saksi bisu daftar panjang kegagalan Argentina merengkuh trofi di kejuaraan internasional, kali ini Tim Tango harus kandas di semifinal Copa America.

Sejatinya Argentina menguasai permainan. Situs resmi statistik pertandingan Copa America 2019 menyatakan bahwa Argentina memiliki 14 peluang gol, dibanding Brasil yang hanya menciptakan empat. Mereka juga unggul penguasaan bola (51%) dan secara umpan lebih akurat daripada Brasil. Namun, keunggulan statistik tersebut seolah nihil jika dibandingkan dengan hasil akhir pertandingan. 

Gabriel Jesus dan Roberto Firmino berhasil membobol gawang Franco Armani, masing-masing di menit ke-19 dan 71. Brasil akhirnya lolos ke final Copa America di kandang sendiri, sementara Argentina harus sekian kalinya mengubur mimpi dalam-dalam. Rencananya, partai puncak akan diadakan pada 7 Juli, di mana Brasil akan menghadapi Peru yang secara mengejutkan berhasil mencukur habis juara bertahan Chili dengan skor 3-0.

Kegagalan beruntun tersebut seolah kontras dengan timnas Argentina beberapa dasawarsa silam. Bersama Brasil, Jerman, dan Italia, Argentina menjadi lambang kedigdayaan sepak bola dunia. Argentina pernah dua kali menjadi juara dunia dan belasan kali mengangkat trofi Copa America, hingga era 1990an. Argentina juga sejak dahulu memiliki tradisi sepak bola yang mengakar kuat dan timnasnya dihuni sederet pemain bintang, sebut saja Gabriel Batistuta, Mario Kempes, Diego Maradona, Javier Zanetti, Diego Simeone, dan sang megabintang Lionel Messi. 

Namun kegagalan demi kegagalan terus terjadi berturut-turut sejak Piala Dunia 2010 hingga Copa America tahun ini. Tentu hal tersebut menjadi pertanyaan pelik yang masih saja menjadi obrolan hangat para pecinta sepak bola: bagaimana bisa tim nasional dengan sederet bintang-bintang kelas dunia kerap gagal dalam turnamen internasional?

Terdapat beberapa faktor penting yang mengganjal timnas Argentina dalam meraih juara dalam turnamen internasional. Pertama, egoisme pemain yang tinggi. Argentina dihuni oleh para pemain bertabur bintang yang bermain di klub unggulan pula, baik di Eropa maupun Amerika Latin. Sergio Aguero misalnya, ia bermain di Manchester City, juara Liga Inggris dua tahun terakhir. Bahkan tahun ini, klub tersebut mampu meraih seluruh gelar domestik Inggris (Liga, Piala FA, dan Piala EFL). Sang kapten, Lionel Messi jauh lebih hebat lagi. 

Tak hanya dua kali meraih treble winner bersama Barcelona, ia juga lima kali menjadi pemain terbaik dunia. Beberapa pemain timnas Argentina lain juga bermain di klub papan atas Amerika Latin seperti River Plate, Boca Juniors, dan Independiente. Karena berasal dari klub-klub terbaik, mereka merasa harus menjadi 'yang terbaik' secara individu. 

Mayoritas pemain Argentina pun merasa bahwa dengan bersinar secara individu (dengan mencetak banyak gol atau aksi individu yang ciamik), klub akan semakin menghargai mereka, baik secara moral maupun material, termasuk dengan menambah jam bermain.

sumber: https://images.beinsports.com

Egoisme tersebut cukup terlihat dalam beberapa turnamen terakhir, termasuk pertandingan Copa America kemarin. Masing-masing pemain Argentina bergerak secara sporadis tanpa ada kerja sama untuk menyerang gawang lawan. Alhasil, dengan berbagai aksi individu terbaik sekalipun, serangan-serangan mereka berhasil dipatahkan oleh barisan pertahanan Brasil yang disiplin. 

Lionel Messi, sang kapten yang seharusnya mampu menyatukan rekan-rekannya atau memaksimalkan peluang justru tampak kesulitan menembus pertahanan lawan, lagi-lagi karena rekannya yang tidak sigap menerima umpan dan tidak taktis dalam kerja sama serangan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline