Selain sistem politik dan ekonomi, aspek yang mengalami perubahan drastis setelah Revolusi Iran 40 tahun lalu adalah kehidupan masyarakatnya. Di era Kekaisaran pimpinan para Syah, warga Iran (terutama penduduk kelas menengah ke atas) menikmati suasana kehidupan yang relatif liberal: pria-wanita bebas bepergian tanpa pengawasan, bioskop-bioskop memutar film-film cengeng Hollywood, hingga konser musik cadas dan restoran dengan menu internasional.
Kehidupan di Iran hingga akhir dasawarsa 1970an layaknya negeri-negeri di Eropa Barat. Kondisi tersebut mengalami perubahan besar-besaran ketika Revolusi 1979 meletus. Kekaisaran Iran digoyang oleh rakyat--terutama kalangan bawah yang tak dapat menikmati kemakmuran dan kemewahan, juga kalangan konservatif religius yang sudah terpengaruh oleh pidato-pidato Ayatollah Ruhollah Khomeini, imam yang akhirnya didapuk menjadi pemimpin Revolusi Iran.
Setelah Syah Reza Pahlavi berhasil digulingkan dan diusir dari Iran berikut seluruh keluarganya, dalam waktu tak terlalu lama Iran bertransformasi menjadi republik teokrasi dengan dasar hukum negara Alquran dan Hadis. Suasana menjadi konservatif, jauh dari kebebasan sebagaimana era Syah.
Hubungan dengan Barat--terutama AS memburuk. Berbagai aspek kehidupan masyarakat yang berbau kebarat-baratan seperti hiburan surut dengan cepat, digantikan oleh berbagai kegiatan keagamaan Islam Syiah. Pemerintahan Iran baru pimpinan Imam Khomeini berusaha membentuk citra bahwa Iran merupakan negara Syiah dan seluruh aspek negara--termasuk kehidupan masyarakat harus selaras dengan konsep "negara Syiah" tersebut.
Mullah Khomeini berpendapat bahwa revolusi tersebut harus dijaga dipertahankan sebaik-baiknya. Maka, dibentuklah suatu satuan yang bertugas sebagai "penjaga revolusi" sekaligus sebagai angkatan bersenjata ad interim oleh pemerintahan transisional Iran yang dimotori oleh para warga pendukung revolusi, sementara angkatan bersenjata reguler Iran masih berada dalam pengaruh pemerintahan Syah. Pembentukan satuan tersebut hanya beberapa bulan setelah revolusi, tepatnya 5 Mei 1979.
Satuan tersebut dinamai Sepah-e Pasdaran-e Enghelab-e Eslami ( ) atau biasa disebut Sepah saja, yang berarti "Tentara Pengawal Revolusi Islam". Dalam literatur-literatur Barat, Sepah kerap disebut sebagai Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC). Layaknya korps militer pada umumnya, Sepah memiliki pasukan terlatih dan didanai penuh oleh pemerintah Iran.
Sepah bersama dengan tentara reguler (Artesh) dan kepolisian berada dalam satu komando Angkatan Bersenjata Iran. Tentu, tugas ketiganya berbeda.
Tentara reguler memiliki tugas sama seperti angkatan bersenjata pada umumnya, menjaga kedaulatan dan pertahanan negara, dalam hal ini termasuk menjaga perbatasan dan menangkal serangan dari negara lain. Tugas satuan kepolisian Iran juga layaknya di negara lain, menciptakan kondisi aman dalam masyarakat Iran.
Tugas Sepah cukup unik. Satuan ini bertugas untuk mempertahankan agar hasil dari Revolusi Iran tetap langgeng, termasuk sistem pemerintahan, dasar negara, dan kehidupan masyarakatnya.
Sehingga, satuan ini mampu bertindak sebagai tentara dan polisi sekaligus. Dalam praktiknya, Sepah ibarat pasukan militer khusus. Untuk bergabung dalam pasukan tersebut terdapat seleksi yang harus ditempuh dan jauh lebih berat dibanding bergabung dengan tentara reguler.
Sebagaimana angkatan bersenjata, Sepah memiliki pembagian matra. Terdapat matra darat, laut, udara, pasukan paramiliter Basij, dan pasukan khusus Quds. Satuan ini memiliki pembagian divisi yang jelas di setiap provinsi di Iran serta jumlah pasukan yang cukup memadai, lebih kurang sebanyak 125.000 pasukan.