Lihat ke Halaman Asli

Alfin Febrian Basundoro

Menuliskan isi pikiran, bukan isi hati

"F-22 Raptor" dan Mahalnya Proyek Pertahanan AS

Diperbarui: 4 Januari 2019   01:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: f22fighter.com

Amerika Serikat sebagai negeri adidaya dunia memiliki sistem pertahanan dengan alutsista canggih. Meskipun Perang Dingin telah usai, Negeri Paman Sam tak henti-hentinya mendirikan proyek pertahanan dengan biaya selangit. 

Sebaliknya, Rusia sebagai pesaing utama AS saat ini masih terseok-seok dalam pengembangan alutsista udara usai kekalahannya pada Perang Dingin dan cenderung menggunakan alutsista bekas AU Uni Soviet yang kebanyakan dianggap masih 'layak terbang'. Tingginya biaya proyek pertahanan AS dapat terlihat dari pengembangan F-22 Raptor, salah satu pesawat tempur termahal di dunia.

Pengembangan F-22 Raptor sebenarnya sudah amat terlambat. Meskipun idenya sudah dirancang sejak awal 1980an guna mendukung superioritas udara AU AS sekaligus menghadapi penempur-penempur canggih Uni Soviet macam Sukhoi Su-27, Su-30, dan MiG-29, F-22 baru mengudara ketika Perang Dingin usai. Desain dan komponennya yang rumit membuat perancangan pesawat ini membutuhkan waktu hingga belasan tahun sebelum mengudara.

Pada tahun 1981, AU AS menginginkan pesawat tempur baru yang berteknologi siluman bertajuk ATF (Advanced Tactical Fighter) yang tidak terdeteksi radar sekaligus berteknologi digital, karena armada F-15 dan F-16 yang saat itu sudah memperkuat AU AS dianggap masih kurang. Apalagi, Uni Soviet dengan Sukhoi dan MiG-nya sudah mengembangkan berbagai pesawat tempur superioritas udara dengan teknologi digital. Belum lagi, berbagai radar canggih Uni Soviet yg mampu mendeteksi target hingga ratusan kilometer jauhnya. 

Dua pasang perusahaan, Lockheed Martin-Boeing dan Northrop-McDonnell Douglas mengajukan rancangan prototipe pesawat mereka, yang kemudian dinamai YF-22 dan YF-23 pada Oktober 1986.

A. Butler, dalam jurnal Aviation Week edisi Desember 2011 menyatakan bahwa  kedua prototipe hampir identik dengan sedikit perbedaan pada struktur sayap. YF-22 dinilai lebih lincah dalam bermanuver, sementara YF-23 unggul dalam kecepatan dan jarak tempuh. 

Setelah melalui serangkaian uji terbang dan uji tempur, pada 23 April 1991, AU AS memutuskan untuk memilih YF-22 sebagai prototipe yang selanjutnya akan dikembangkan dan menjadi armada baru AU AS, dalam hal ini, Lockheed Martin dan Boeing menjadi pemenang dalam 'kompetisi' kali ini.

Foto: f22fighter.com

Kedua perusahaan tersebut menyadari bahwa desain YF-22 memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Mereka memulai dengan mendesain ulang sayap untuk meningkatkan daya angkat. 

Selain itu, sirip dan ekor pesawat juga dikoreksi. Jumlah komponen yang jauh lebih banyak dari rancangan jet tempur sebelumnya serta fitur-fitur digital berteknologi tinggi lagi-lagi menjadi kendala. 

Pesawat F-22 pertama baru dinyatakan selesai dibuat pada April 1997. Padahal, Perang Dingin sudah berakhir enam tahun sebelumnya dan AS seolah menjadi adidaya tunggal. Sudah tak ada musuh berarti yang harus dihadapi oleh AS. Selain itu, anggaran pengembangannya juga membengkak hingga mencapai 66.7 miliar dolar AS pada 1997.

Mahalnya biaya pengembangan F-22 tentu membuat harga per unit pesawat tempur ini meroket. Di atas kertas, Departemen Pertahanan AS menyatakan harga F-22 per unitnya 250 juta dolar AS. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline