Lihat ke Halaman Asli

Alfina Damayanti

Universitas Jember

Muncul Wacana De-dolarisasi, Keberadaan Dollar Sebagai World Reserve Currency Terancam?

Diperbarui: 3 April 2023   11:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dollar AS telah melalui masa yang panjang untuk dapat menduduki sebagai mata uang cadangan dunia. Dollar Amerika pertama kali dicetak pada tahun 1914, setahun setelah dibentuknya Federasi Reserve sebagai Bank Sentral Amerika Serikat. Pertama kalinya USD dikenal sebagai mata uang global yaitu di tengah masa terjadinya  Perang Dunia II melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944. Saat itu adalah awal dipergunakannya USD sebagai alat tukar internasional dan dihapusnya penggunaan emas sebagai alat tukar utama dan diubah menjadi cadangan global bersama dengan dollar. Sejak saat itu negara-negara mengumpulkan cadangan dollar dengan membeli surat berharga AS Treasury. Namun sejak terjadinya krisis moneter 1998 menimbulkan banyak gejolak pada sektor sosial, ekonomi dan politik. Masa inilah yang menjadi awal munculnya gagasan untuk tidak lagi ketergantungan kepada dollar Amerika. Namun tidak pernah terjadi realisasi karena Amerika Serikat masih berada pada posisi terkuat dalam segala bidang saat itu.

De-dolarisasi merupakan sebuah upaya oleh suatu negara agar tidak terus mengalami ketergantungan terhadap dollar. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap dollar, salah satunya yaitu dengan memberlakukan uang lokal sebagai satuan mata uang dalam transaksi perdagangan dan ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa waktu terakhir beberapa negara sudah mulai meninggalkan dollar Amerika dan memberlakukan uang lokal untuk melakukan transaksi. Diantaranya yaitu Indonesia, India, China, Australia, Korea Selatan. Bahkan baru-baru ini muncul aliansi baru yaitu BRICS yang bertujuan untuk menyaingi hegemoni ekonomi AS secara global. Bukan pertama kalinya ada negara yang berusaha melawan hegemoni ekonomi Amerika Serikat, beberapa negara telah mencoba melakukan aliansi untuk melawan hegemoni AS. Uni Eropa merupakan salah satu aliansi negara-negara yang berusaha menyaingi hegemoni AS dengan memberlakukan mata uang euro sebagai mata uang transaksi mereka. Namun tampaknya tidak mendapatkan hasil yang signifikan, dollar masih menjadi mata uang cadangan global. Sebelumnya juga telah ada inisiasi dari Rusia dan China untuk melakukan de-dollarisasi pada tahun 2014. Namun baru-baru ini muncul aliansi dengan kekuatan baru dari negara-negara dengan perekonomian maju yang berambisi untuk menyaingi hegemoni AS dan menghindari ketergantungan terhadap dollar AS. Aliansi tersebut bernama BRICS yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China dan South Afrika. Bahkan BRICS berusaha membuat mata uang baru untuk menciptakan kekuatan baru menghadapi hegemoni dollar serta mengurangi dan mengantisipasi adanya ketergantungan terhadap dollar.

Beberapa negara telah memberlakukan penggunaan uang lokal dalam melakukan transaksi perdagangan maupun kerja sama. Untuk pertama kalinya China dan Prancis menjalin kerja sama menggunakan mata uang Yuan. Perusahaan energi China dan Perancis pada Maret 2023 lalu telah menyelesaikan kesepakatan Liquified Natural Gas (LNG) dengan menggunakan mata uang Yuan. Hal yang sama juga terjadi pada India. India menggunakan rupee untuk melakukan transaksi bilateral dengan Rusia dan China. Hal ini menunjukkan bahwa Dollar tidak lagi menjadi kebutuhan utama bagi negara untuk dapat melakukan transaksi perdagangan dan kerja sama. Konflik Rusia Ukraina menjadi salah satu alasan India berusaha melakukan de-dolarisasi agar tidak mengalami ketergantungan terhadap dollar. Dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, Amerika menggunakan dollar sebagai kekuatannya untuk membatasi power Rusia. Sanksi yang diberikan AS kepada Rusia memberikan kekhawatiran pada negara-negara lain, beberapa negara khawatir apabila suatu saat akan berada dalam posisi yang merugikan akibat ketergantungan terhadap dollar. Sehingga diambil sebuah jalan dengan melakukan transaksi menggunakan uang lokal.

Tampaknya akhir-akhir ini mata uang dollar Amerika menunjukkan tanda penurunan. Bahkan telah muncul banyak kekhawatiran jika suatu saat dollar Amerika akan mengalami collaps. Permasalahan ini awalnya disebabkan dari Amerika Serikat yang melalui Bank Sentral Amerika yaitu The Fed yang berusaha menghadapi masalah inflasi dengan menaikkan suku bunga. Hal ini memberikan dampak pada beberapa bank di Amerika salah satunya yaitu Silicon Valley Bank. Akibat kenaikan suku bunga yang terus tinggi, banyak start up yang menarik diposito di SVB akibat sulit untuk dapat melakukan IPO, sehingga SVB mengalami kekurangan modal. SVB berusaha mengembalikan modal melalui penjualan saham, namun gagal karena investor merasa SVB akan mengalami kesulitan untuk membayar akibat kenaikan suku bunga yang tinggi. Para investor menarik uang mereka dengan besar-besaran sehingga neraca menyentuh negative dan SVB dinyatakan ditutup saat itu juga. Permasalahan ini mempengaruhi bank-bank lainnya dan investasi para pengusaha. Ditambah munculnya aliansi yang menjadi pesaing ekonomi Amerika ditengah pemulihan ekonominya. Bahkan tampaknya Arab Saudi menunjukkan kemungkinan akan bergabung dengan keanggotaan BRICS. Kebijakan Arab Saudi untuk membatasi jumlah penjualan minyak akan memberikan tekanan tambahan pada Amerika Serikat. Hal ini memiliki kemungkinan yang cukup besar bagi Amerika untuk mengalami collaps dollar dan Amerika kehilangan kekuatannya sebagai hegemon. Munculnya gagasan dan aksi negara-negara menggunakan mata uang lokal sebagai alat transaksi menimbulkan menurunnya nilai dollar sehingga dikhawatirkan posisi dollar Amerika sebagai mata uang cadangan internasional akan tersingkir.

Sumber

Bruno Venditti, 2023. De-Dollarization: Countries Seeking Alternatives to the U.S. Dollar https://www-visualcapitalist-com.translate.goog/de-dollarization-countries-seeking-alternatives-to-the-u-s-dollar/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sc diakses pada 2 April 2023

Pransuamitra, 2023. SVB Jadi "Tumbal" Perang The Fed Melawan Inflasi https://www.cnbcindonesia.com/research/20230314073826-128-421381/svb-jadi-tumbal-perang-the-fed-melawan-inflasi diakses pada 2 April 2023

Rfi, 2023. 'Petrodollar' at risk as TotalEnergies sells LNG to China in yuan 'Petrodollar' at risk as TotalEnergies sells LNG to China in yuan (rfi.fr) diakses pada 2 April 2023

Chris Devonshire-Ellis, 2022. Rusia dan India Menghentikan Semua Penggunaan Dolar AS dan Euro Dalam Perdagangan & Penyelesaian Bilateral Russia and India Drop All US Dollar And Euro Use In Bilateral Trade & Settlements - Russia Briefing News (www-russia--briefing-com.translate.goog) diakses pada 2 April 2023

The Wall Street Journal, 2023 Where Financial Risk Lies, in 12 Charts Where Financial Risk Lies, in 12 Charts - WSJ (archive.is) diakses pada 2 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline