Lihat ke Halaman Asli

Alfina Amilia

Mahasiswi UIN Khas Jember

Batas Minimal Usia Kawin dalam UU No 1 Tahun 1974 Jo UU No 16 Tahun 2019

Diperbarui: 18 Desember 2021   18:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat di inginkan oleh setiap orang, karena di harapkan bisa menyempurnakan agamanya. Dalam melakukan perkawinan tentunya tidak semudah yang kita bayangkan melainkan ada beberapa syarat yang harus di penuhi. Baik itu dari administrasi maupun mental seseorang. Dalam UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan sudah di jelaskan secara rinci syarat apa saja yang perlu di lakukan ketika hendak kawin. 

Salah satu syarat yang termaktub dalam UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan ini dengan adanya batas minimal usia kawin , bahwasanya batas minimal usia kawin yaitu berumur 19 tahun bagi seorang laki-laki dan umur 16 tahun bagi seorang perempuan. 

Jadi, ketika seorang laki-laki dan perempuan sudah mencapai batas minimal kawin tersebut mereka sudah di perbolehkan untuk melangsungkan pernikahan. 

Tetapi batas minimal usia kawin ini belum efektif karena dengan usia yang di tetapkan tersebut khususnya pada usia perempuan mereka belum cukup matang untuk bisa membina rumah tangga apalagi untuk bisa hamil di umur mereka yang masih remaja. Akibatnya, angka perceraian dan kematian ibu dan anak saat melahirkan terus meningkat.

Sehingga pada akhirnya di sahkan UU no 16 tahun 2019 atas perubahan UU no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang mana dalam UU tersebut di jelaskan bahwasanya batas minimal usia kawin yang awalnya usia laki-laki 19 tahun dan usia perempuan 16 tahun di rubah sama rata bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan yaitu 19 tahun. Di rubahnya UU no 1 tahun 1974 menjadi UU no 16 tahun 2019 ini agar supaya bisa mengurangi angka perceraian yang pada sebelumnya sangat melonjak. 

Akan tetapi perubahan tersebut malah menimbulkan masalah baru, yang mana para orang tua banyak mengajukan Dispensasi kawin untuk anaknya. Hal ini terjadi karena para orang tua beranggapan takut akan anak nya berbuat zina, tentu saja hal ini membuat dilema karena UU no 16 tahun 2019 ini di sahkan untuk menghindari angka perceraian yang kebanyakan mereka mengajukan gugatan cerai bukan cerai talak. 

Hal ini sungguh tidak dapat di pungkiri karena amandemen UU perkawinan dan meningkatnya angka dispensasi kawin yang begitu melonjak di pengadilan. 

Maka dari itu pentingnya di adakan kegiatan sosialisasi, diskusi, maupun seminar, yang berkaitan dengan tema perkawinan anak di bawah umur . Karena pada saat ini hanya hal seperti itu untuk bisa memberi pembelajaran untuk masyarakat umum. Meskipun kita tau kegiatan semacam ini tidak serta merta bisa menghentikan apa yang menjadi keinginan para orang tua, setidaknya kegiatan tersebut bisa memanimalisir angkat dispensasi kawin di pengadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline