Walaupun kasus Reynhard Sinaga ini sudah lama berlalu, sudut pandang dalam perspektif hukum pidana Indonesia perlu dilakukan.
Bahkan jika merujuk sejarah, kasus pelecehan seksual juga banyak terjadi pada zaman nabi, terutama yang paling parah pada zaman Nabi Luth. Dan pada saat itu belum ada mekanisme hukum seperti saat ini.
Saya berasumsi bahwa kasus ini hanya salah satu dari sekian banyak kasus lainnya yang terungkap sampai kepermukaan dan dilakukan proses penegakan hukum. Jika ditelusuri lebih jauh pasti masih ada beberapa kasus serupa lainnya yang terjadi diberbagai belahan dunia.
Dikutip dari beberapa rilis media, kasus ini berawal pada 2 Juni 2017, ketika Reynhard melakukan serangan seksual terhadap seorang pria di apartemennya di pusat kota Manchester, Inggris.
Dengan terbongkarnya kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard Sinaga, media Indonesia ramai-ramai ikut memberitakan kasus yang dianggap pemerkosaan terburuk di dunia. Kasus yang sudah berlalu sekitar lebih kurang 2 tahun yang lalu itu baru tersebar dan diketahui pada awal tahun 2020.
Lantas timbul pertanyaan, jika seandainya ada kasus seperti ini terjadi di Indonesia, Bagaimanakah mekanisme hukum pidana indonesia melaksanakan proses penegakan hukum terhadap kasus tersebut? Adakah ketentuan Pidana yang bisa menjerat pelaku?
Jika ditinjau dalam terminologi hukum pidana indonesia, Istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengenal istilah perbuatan cabul.
Sementara jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa pelaku pelecehan seksual adalah orang yang suka merendahkan atau meremehkan orang lain, berkenaan dengan seks (jenis kelamin) atau berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Perbuatan cabul dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303).
Misalnya, perbuatan cabul yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin (Pasal 284), Perkosaan (Pasal 285), atau membujuk berbuat cabul orang yang masih belum dewasa (Pasal 293).