Lihat ke Halaman Asli

Ali Fikri

Mahasiswa

Pengaruh Kenaikan Pajak terhadap Daya Beli Masyarakat

Diperbarui: 19 Desember 2024   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun 2021, Indonesia mengalami perubahan besar dalam kebijakan perpajakannya. Salah satu perubahan utama yang menarik perhatian publik adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%, yang mulai diterapkan pada April 2022. Langkah ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, mengingat PPN dikenakan pada hampir semua barang dan jasa. Pemerintah memandang kenaikan ini sebagai cara untuk memperbesar penerimaan negara, mengingat kebutuhan pembiayaan yang semakin meningkat. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga memiliki dampak langsung terhadap daya beli masyarakat, khususnya bagi mereka yang berada di kelas menengah ke bawah.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas barang dan jasa yang diproduksi atau diperjualbelikan di Indonesia. Sebagai salah satu sumber pendapatan utama negara, PPN sangat penting dalam mendukung pembiayaan berbagai program pembangunan. Sebelumnya, tarif PPN di Indonesia ditetapkan sebesar 10%, namun pada tahun 2022, tarif ini dinaikkan menjadi 11%. Pemerintah mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil untuk memperbaiki situasi fiskal negara yang terdampak oleh pandemi COVID-19 dan meningkatnya belanja negara yang diperlukan untuk mendanai sektor-sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan.

Dampak Kenaikan PPN terhadap Daya Beli Masyarakat

Kenaikan tarif PPN berdampak langsung pada daya beli masyarakat, karena pajak ini dikenakan pada hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi. Kenaikan harga barang dan jasa menjadi dampak utama yang terasa, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan masyarakat untuk membeli barang-barang tersebut.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami kenaikan sebesar 1%, dari yang sebelumnya 10% menjadi 11%, yang mulai diterapkan pada April 2022. Kenaikan ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Terdapat perdebatan karena PPN diterapkan secara luas pada hampir semua jenis barang dan jasa, tanpa membedakan antara konsumen dari kalangan kelas atas maupun kelas bawah (Pradana, 2022).

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membawa dampak yang bisa bersifat positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang muncul adalah meningkatnya beban pengeluaran masyarakat, mengingat kenaikan PPN sering kali diikuti dengan harga barang kebutuhan pokok yang lebih tinggi. Meski demikian, berdasarkan peraturan yang ada, tidak semua usaha terkena PPN. Hanya barang dan jasa tertentu yang memenuhi kriteria yang akan dikenakan pajak tersebut. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, masyarakat diharapkan untuk mematuhi aturan yang berlaku. Di sisi lain, dampak positif dari kenaikan PPN ini terutama berkaitan dengan pemulihan keuangan negara. Dengan peningkatan PPN, diharapkan dapat membantu memperbaiki kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sempat terganggu akibat pandemi COVID-19. Kebijakan ini tentu telah dipikirkan dengan matang, dengan mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul serta langkah-langkah antisipasi yang sudah disiapkan. Sebagai masyarakat, kita sebaiknya memanfaatkan kebijakan ini dengan bijak demi memperoleh manfaat yang maksimal. Sesuai dengan prinsip perpajakan, kepentingan umum yang bertujuan untuk menjaga kestabilan ekonomi negara harus diutamakan, dan langkah pemerintah untuk mencapainya harus mendukung kesejahteraan masyarakat (Kharisma et al., 2023).

Kenaikan tarif PPN juga berpotensi memicu inflasi, yang berarti kenaikan harga barang secara umum. Inflasi yang dipicu oleh pajak yang lebih tinggi dapat memperburuk keadaan ekonomi, terutama bagi mereka yang pendapatannya tidak meningkat. Ketika harga barang dan jasa naik, daya beli masyarakat akan cenderung berkurang, yang akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jika inflasi tidak teratasi, kondisi perekonomian bisa stagnan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi lapangan pekerjaan, pendapatan, dan kualitas hidup masyarakat.

Kenaikan harga yang disebabkan oleh peningkatan tarif PPN juga dapat mempengaruhi cara masyarakat berbelanja. Masyarakat mungkin akan lebih berhati-hati dalam memilih barang dan jasa, mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak terlalu penting, dan lebih fokus pada kebutuhan pokok. Selain itu, mereka mungkin cenderung memilih produk dengan harga lebih murah, meskipun kualitasnya lebih rendah. Hal ini tentu dapat berdampak pada industri dan produsen, karena permintaan terhadap barang-barang premium atau non-esensial diperkirakan akan menurun.

Meski kenaikan tarif PPN berdampak pada daya beli masyarakat, terdapat beberapa manfaat yang perlu diperhatikan. Kenaikan pajak ini memberi kesempatan kepada pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, yang selanjutnya bisa digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Kenaikan tarif PPN memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah yang dapat dialokasikan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan, seperti pembangunan infrastruktur, jalan, jembatan, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan. Peningkatan kualitas infrastruktur ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Selain itu, kenaikan tarif PPN juga membantu pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran dan ketergantungan pada utang luar negeri. Selama pandemi COVID-19, defisit anggaran Indonesia meningkat tajam karena tingginya kebutuhan untuk menangani dampak kesehatan dan ekonomi. Dengan adanya peningkatan penerimaan pajak, pemerintah dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri yang bisa memperberat beban ekonomi di masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline