oleh: Andin Alfigenk Ansyarullah Naim
Ada tiga Tokoh Banua asal Hulu Sungai yang patut kita beri perhatian selama Jaman Orde Lama karena berhasil menduduki jabatan Politis setingkat Menteri pada era Sistem Parlementer di tahun 50-an, Jabatan setingkat Menteri merupakan Jabatan tinggi dan prestisius sehingga selalu menjadi perhatian.
Dan hadirnya Orang dari Hulu Sungai dalam putaran Politik Pemerintahan Pusat di Ibukota juga sebuah prestasi tersendiri, mengingat Hulu Sungai adalah daerah Pedalaman di Pulau Kalimantan.
Namun perlu juga diperhatikan istilah "pedalaman" bukan berarti adalah selalu ketertinggalan, justru Hulu Sungai merupakan usat peradapan dan intelektual di jamannya, tentu dengan kadarnya tersendiri, apalagi di Jaman Orde Lama ketika Republik Indonesia baru beberapa tahun saja berdiri.
Prasangka Kalimantan adalah daerah Hutan belantara dan tertinggal ada baiknya kita pikirkan kembali, mari kita lihat 3 Orang dari Hulu Sungai yang berhasil menggapai Jabatan Menteri di Jaman Orde Lama, meski dengan sedikit dan keterbatasan data yang kita dapat, sebagai berikut:
Di Banjarmasin dibentuk Dewan Otonomi Daerah Bandjarmasin. Ketua Dewan, Moh. Hanafiah menandatangani dokumen resmi setelah diambil sumpah. Moh. Hanafiah adalah Ketua Perhimpunan Pejabat Pemerintah Indonesia di Kalimantan Selatan (sumber Tropen Institut).
1. Mohamad Hanafiah
Beliau lahir di Kandangan , Hulu Sungai Selatan 17 Juni 1904, Putera pertama dari H kamaruddin dan Haji Safiah. Ayah beliau Haji Kamarudin berasal dari Sungai Malang di Amuntai, beliau seorang Guru di Jaman Kolonial, keturunan seorang Tokoh Kelompok Baraatip Baamal yang bernama Haji Abdullah yang tewas dalam sebuah pertempuran di Amuntai.
Baratip Baamal Sendiri merupakan kelompok Pejuang dalam Perang Banjar yang berbasis tariqat Islam. Sedangkan ibunya bernama Haji Safiah keturunan Kiai atau Kepala Distrik Amandit bernama Kiai Durabu, dalam Laporan Almanak Belanda selama Masa Kolonial, Kiai Durabu menjabat sebagai kepala Distrik Amandit (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) di awal tahun 1860an kiai Durabu menjabat sebagai kepala Distrik Amandit dan menjabat hampir 30 tahun, ketika Perang Banjar masih berkecamuk, kemudian anaknya bernama Kiai Zam-Zam Bin Kiai Durabu menggantikannya sebagai Kiai di distrik mandit hingga awal 1900an.