Lihat ke Halaman Asli

Kebijaksanaan Pangeran Tumenggung, Raja Terakhir Kerajaan Daha

Diperbarui: 31 Juli 2022   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

di ambil dari buku berbahas belanda terbit tahun 1726

Kebijaksanaan Pangeran Tumenggung, Raja Terakhir Kerajaan Daha

Oleh: Andin Alfigenk Ansyarullah Naim

Mungkin saja, salah satu tokoh penting dan paling terkenal dalam sejarah Hulu sungai adalah Pangeran Tumenggung raja terakhir dari Kerajaan Daha di Pulau Kalimantan.

Hingga hari ini sejarah arus utama memposisikan beliau sebagai seorang yang antagonis, seorang yang negatif, seorang yang jahat mencuri tahta, seorang yang harus dikalahkan, seorang yang harus disingkirkan, namun apakah itu benar? Kejahatan apa yang beliau lakukan sehingga beliau diposisikan seperti itu?

Tidak ada satupun bukti yang menyatakan bahwa beliau adalah seseorang yang jahat? Semua hikayat memperlihatkan beliau adalah seorang yang bijaksana dan besar hati. Seorang raja yang menghapuskan ego-nya demi sebuah perdamaian, mengalah demi menghindari kematian banyak prajuit tak bersalah, beliau adalah seseorang raja yang tidak pernah bisa dikalahkan dalam peperangan.

Kita harus memahami, dalam tradisi feodal, tahta akan diturunkan kepada urutan yang lurus,  tidak ada tahta yang diturunkan kepada cucu luar, sedangkan Pangeran Tumenggung adalah anak langsung dari Raja Sukarama, beliau adalah pewaris Sah tahta Kerajaan Daha. Jika ada klaim bahwa raja Sukarama mewasiatkan tahta kepada cucu luar maka itu tentu tidak akan diterima secara adat, itu sama saja Raja Sukarama mewasiatkan peperangan, Sesuatu yang tidak logis dalam kacamata politik bagi sebuah kerajaan Besar seperti Kerajaan Daha.

Sebagai raja yang sudah tua, dan dikhianati oleh banyak daerah bawahannya, tentu saja Pangeran Tumenggung harus tetap membela hak dan kekuasaannya, dan meski para pemberontak membawa puluhan ribu pasukan, namun tak pernah bisa mengalahkan puluhan ribu pasukan dari kerajaan daha yang bertahan di Sungai Alai dan danau Bangkau. Jika saja Pangeran Tumenggung tetap bersikeras untuk bertempur, maka kemenangan akan berada ditangannya, namun pasti dengan korban puluhan ribu orang dikedua belah pihak. Pasukan yang seimbang, Penguasaan wilayah dan logistik berada dalam tangan Pangeran Tumenggung.

Namun kelihaian dari para pelobi demak lah yang membuat hati Pangeran Tumenggung melemah, kita harus mengingat leluhur Pangeran Tumenggung yang bernama raden sekar sungsang merupakan masih kerabat dari para wali pengislam di pulau jawa dan Sultan Demak.

Pangeran Tumenggung mengalah tapi bukan dikalahkan, gencatan senjata di setujui,  beliau tetap bertahta di wilayah kekuasaan beliau yang terakhir yaitu di seluruh wilayah alai yaitu seluruh sungai-sungai yang bermuara di Danau bangkau, daerah yang hari ini masuk wilayah kabupaten hulu sungai selatan dan Hulu sungai tengah.  Wilayah ini kemudian diperintah oleh para keturunan pangeran tumenggung dengan gelar Raden, gelar Raden kemudian lebih dikenal dengan sebutan Andin.

Lalu kemanakah puluhan ribu pasukan pangeran Tumenggung? Lalu kemanakah para keturunan pangeran Tumenggung? Apakah perdamaianan yang dilakukan menjadi sebuah kekalahan? Tentu saja perdamaian bukan sebuah kekalahan, dan tentu saja pangeran Tumenggung beserta pasukan dan keturunannya tidak menjadi pesakitan yang dikalahkan seolah menjadi budak dan tawanan. Pangeran tumenggung dan pasukan tetap kokoh dan kuat di wilayahnya. Itu terbukti dengan keturunannya yang tetap ada hingga hari ini dengan gelar-gelar bangsawan Raden, Andin, Rama, Anang, Galuh, Diyang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline