Lihat ke Halaman Asli

Apakah Pinjol Ilegal termasuk Inklusi Keuangan?

Diperbarui: 3 November 2024   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:metapos.id

Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh berbagai aspek seperti investasi, kebijakan pemerintah, kualitas tenaga kerja, inovasi dan teknologi, perdagangan internasional, dan konsumsi, akan membutuhkan perputaran uang yang stabil.

Apa faktor yang mendorong perputaran uang di masyarakat bisa cepat dan stabil?

Secara data SNLIK, inklusi keuangan nasional pada Agustus 2024 mencapai 72,02 persen dan ini masih kurang dari target akhir 2024 sebesar 90 persen. Ketersediaan layanan keuangan di masyarakat secara merata, efisien, dan mudah diakses akan mendukung perputaran ekonomi dan keuangan lebih cepat dan stabil. Bukan tanpa sebab, untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang, langkah yang perlu ditempuh tentu meningkatkan penghasilan dan pengelolaan keuangan individu dengan baik. Berdasarkan data BPS, PDB per kapita Indonesia pada 2023 sebesar 4.919,7 dollar AS atau setara sekitar Rp 75 juta. Angka tersebut meningkat sekitar 5,63 persen dari tahun sebelumnya sebesar 4.784,9 dollar AS atau setara sekitar Rp 71 juta. Sebagai informasi, PDB per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menghitung kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan pendapatan per kapita, pada tahun 2023 dominasi pekerjaan di Indonesia sebagai pekerja formal sebanyak 40,42 persen sedangkan 59,58 persennya sebagai pekerja informal (Badan Pusat Statistik, 2023). Data ini tidak mengherankan dengan melihat kenyataan bahwa lebih banyak sektor informal yang berperan menyumbang PDB seperti UMKM. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM per tahun 2024 mencapai 65 unit dan menyumbang pada PDB 61 persen. Jumlah ini semakin bertambah sejak PHK pandemi covid-19. Keberadaan mereka tentu membutuhkan dorongan dan dukungan modal yang kuat untuk perputaran ekonominya.

Mengapa demikian?

Untuk membuka ataupun mengembangkan usaha, jika menunggu memiliki modal yang cukup akan tidak segera terealisasikan. Dengan akses inklusi keuangan berupa layanan kredit dari lembaga keuangan (baik bank maupun non-bank berizin OJK), maka keterjaminan kecukupan modal usaha bisa terealisasikan. Bunga pinjaman untuk modal usaha dari sektor perbankan biasanya lebih rendah daripada kredit konsumsi. Para petani misalnya, dengan adanya BPR di daerah dapat membantu petani memperoleh pinjaman modal usaha terutama ketika mengalami gagal panen. Kemenkop dan UKM menyampaikan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat tahun 2024 sebesar Rp 300 triliun. Namun, kenyataannya per 31 Agustus 2024, KUR baru tersalurkan sebesar Rp 195,6 triliun dan ini masih cukup jauh dari target.

Hal ini bisa terjadi karena asimetris informasi yang betebaran di masyarakat. Selain itu, kondisi tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia yang sempat naik hingga 6 persen, membuat kredit pelaku usaha dan perumahan menurun. Ketersediaan inklusi keuangan yang merata saja tidak cukup, perlu peran penetapan tingkat suku bunga yang mendorong pertumbuhan kredit dapat mencapai growth. Jika tingkat suku bunga dari sisi perbankan, lalu bagaimana dengan sisi debitur selaku peminjam dana yang kemungkinan mengalami kredit macet?

Untuk mengukur rasio debitur mengembalikan dana yang dipinjam, bank mengukur melalui NPL. Pada Februari 2024 dengan tingkat suku bunga lending facility 6,75 persen, ternyata berpengaruh pada Non-Performing Loans perbankan yang meningkat sebesar 2,35 persen, namun OJK tetap menyatakan mampu me-manag. Sekalipun meningkat tapi satu sisi aset juga tumbuh 6,95 persen sehingga kecukupan likuiditasnya juga meningkat. Penting meningkatkan indikator dalam know your customer calon debitur. Ini penting untuk menjada industri keuangan tetap sehat, berstandar internasional, dan terlindungi dari penyelewengan keuangan.

Apa itu Know Your Customer?

KYC berdasar hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.0101/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non-Bank, merupakan indikator bank selaku lembaga intermediasi keuangan untuk mengenali calon nasabah atau debiturnya. Bukan tanpa sebab, karena Indonesia banyak kasus korupsi dan tindak kejahatan keuangan, maka penting untuk mengetahui mulai dari preferensi customer, verifikasi identitas dan dokumen penting termasuk verifikasi biometrik. Karena maraknya kasus pencucian uang untuk modal usaha, maka hal ini perlu dilakukan terutama berkaitan dengan sumber dana jika jumlahnya banyak yang mungkin akan di depositkan ke bank. Selain itu, calon debitur dengan verifikasi ini untuk mengukur kemampuan dalam mengembalikan dana yang dipinjamnya demi mengurangi risiko kredit macet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline