Lihat ke Halaman Asli

Alfiatur Rohmania

MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS | PRODI S1 AKUNTANSI | NAMA : ALFIATUR ROHMANIA | NIM : 43223010174

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

Diperbarui: 30 November 2024   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modul: Alfiatur Rohmania

Modul: Alfiatur Rohmania

Indonesia, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan besar dalam memberantas korupsi yang telah mengakar di berbagai sektor. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan sosial dan ekonomi serta menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Dalam konteks ini, mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk pencegahan korupsi menjadi sangat krusial. Fenomena korupsi di Indonesia telah menjadi permasalahan sistemik yang mengakar dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Meskipun berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan melalui pendekatan hukum, kelembagaan, dan sistem, namun masih belum menunjukkan hasil yang optimal.

 Hal ini memerlukan pendekatan alternatif yang lebih mendasar, yakni transformasi pada dimensi mental dan spiritual individu. Dalam konteks budaya Jawa, terdapat kekayaan ideologi dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dapat dijadikan landasan filosofis dalam upaya antikorupsi.

Modul: Alfiatur Rohmania

Salah satu tokoh yang turut memberikan pemikiran mendalam mengenai hal ini adalah Ki Agen Suryomentharam (1892-1962). Ki Ageng Suryomentaram lahir pada tanggal 20 Mei 1892 di Keraton Yogyakarta dengan nama asli Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmaji. 

Beliau merupakan putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIdengan garwa ampeyan (selir) bernama Bendoro Raden Ayu (BRAy) Retnomandoyo. Beliau dibesarkan dalam lingkungan keraton dengan pendidikan Belanda di Europeesche Lagere School dan menguasai berbagai bahasa,

ia mengalami transformasi spiritual yang mendasar pada usia 29 tahun (1921) ketika memutuskan meninggalkan kehidupan keraton untuk mencari makna hidup yang lebih mendalam. Setelah mengubah namanya menjadi Ki Gede Suryomentaram, beliau hidup sebagai rakyat biasa dan mengembangkan ajaran Kawruh Jiwa (Ilmu Jiwa) yang mencakup konsep-konsep penting seperti pangawikan pribadi (pemahaman diri), mulur-mungkret (dinamika keinginan), dan kramadangsa (ego). 

Melalui karya-karyanya dan pengajaran langsung, beliau memberikan kontribusi besar dalam bidang psikologi, filsafat, pendidikan, dan spiritualitas Jawa hingga akhir hayatnya pada 18 Maret 1962, meninggalkan warisan pemikiran yang tetap relevan dalam konteks modern, terutama dalam pengembangan karakter, kepemimpinan, dan transformasi sosial.

Modul: Alfiatur Rohmania

Apa Yang dimaksud kebatinan?

Secara umum kebatinan merupakan sistem kepercayaan tradisional yang berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa, yang berasal dari kata "batin" yang berarti "dalam" atau "internal". Sebagai sebuah praktik spiritual, kebatinan menggabungkan unsur-unsur kepercayaan lokal, Hindu, Buddha, dan Islam, dengan fokus utama pada pencarian kebenaran dan kesempurnaan hidup melalui pengalaman spiritual pribadi.

 Praktik kebatinan menekankan pada pengembangan diri melalui berbagai metode seperti meditasi, puasa, semedi (kontemplasi), dan laku prihatin (asketisme), dengan tujuan mencapai kesatuan dengan kekuatan supernatural atau Tuhan, memperoleh kedamaian batin, dan mengembangkan karakter mulia. 

Dalam implementasinya, kebatinan mengajarkan prinsip-prinsip keselarasan dengan alam, keseimbangan hidup, pengendalian diri, dan hubungan harmonis dengan sesama manusia, yang biasanya dipraktikkan dalam komunitas atau paguyuban kebatinan melalui hubungan guru-murid dan kegiatan sosial bersama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline