Lihat ke Halaman Asli

Aku Haus Kasih Sayang Orang Tuaku

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Alangkah bahagianya mereka yang tumbuh kembang dengan adanya kasih sayang orang tua dari kecil hingga menginjak remaja sampai pada  dewasa. Pertanyaannya adalah, mengapa harus aku yang ditinggal orang tua merantau sejak kecil demi mengais ribuan rizqi untuk sesuap nasi??? Sehingga aku yang harus mengemis dan haus akan kasih sayang.

Lamongan, itulah kota kecil, dimana aku dilahirkan oleh seorang ibu yang sangat hebat, disana aku mulai menghembuskan nafas pertamaku dan menginjakkan kakiku ke dunia bebas yang penuh tantangan ini. Aku beruntung memiliki orang tua yang sangat hebat yang mampu mendidik jarak jauh hingga aku mampu berkarya sampai saat ini dengan satu modal, yaitu setetes suara indah yang di anugerahkan tuhan kepadaku. Tapi, disisi lain aku benci dengan orang tuaku mengapa aku harus di tinggal merantau ke negri jiran hanya untuk mengais rizqi, taukah?  aku haus kasih sayang seorang ibu, aku haus kasih sayang seorang ayah.

Menangis??? Iya, jika harus menangis akulah satu satu nya orang yang pandai dalam bermain air mata, karena tidak dapat dipungkiri bahwa siapapun ketika mendengar “ibu,ayah” semua akan dengan mudahnya meneteskan air mata. Apalagi aku, yang sudah haus kasih sayang sejak kecil. Tangis, canda tawaku, ku lewati bersama nenek, kakek, paman, bibi dan anggota keluarga yang lain, sedangkan orang tuaku hanya bisa memberi kabar via telpon, aku harus meneteskan air mata ketika mereka menelponku.

Tak henti-hentinya keluargaku mensupport dan terus mendidik dan mengawasi dalam tumbuh kembangku, mulai dari anak-anak menuju remaja hingga saat ini usiaku menginjak 21 tahun. Hanya do’a yang selalu ku lontarkan untuk kedua orang tuaku yang tak pernah ku lalaikan sedikitpun. 14 tahun lamanya aku hidup tanpa kasih sayang orang tua dengan sepenuhnya, tanpa belaian seorang ibu, tanpa antar jemput sekolah seorang ayah.

Sejak usiaku masih 6 tahun ayah dan ibuku sudah merantau ke negri jiran. Ketika itu dengan polosnya aku menerima bujuk rayu nenekku yang berbohong bahwa ibuku hanya pergi untuk sebentar, tapi ternyata 3 tahun kemudian ibu dan ayahku baru bisa pulang kampung, itu pun hanya sebulan, dua bulan hingga tiga bulan saja dirumah dan menghabiskan waktu bersamaku, tak lama lagi mereka harus mengangkatkan kaki untuk kembali memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka sebagai orang tua yaitu mengais rizqi.

Setelah 3 tahun itulah, ibuku baru bisa pulang setiap tahunnya, setiap puasa dan hari raya, yang dengan bahagianya diriku karena setiap kepulangan ayah ibuku, mereka selalu membawa banyak buah tangan untukku sang buah hati. Aku bahagia karena apapun yang ku minta pasti dikabulkan oleh ayah dan ibu ku. Tapi disisi lain aku menderita, aku sedih, aku haus kasih sayang, aku iri kepada mereka (teman-temanku) yang sejak kecil puas dengan kasih sayang dan kebahagiaan bersama orang tuanya, yang setiap kali pulang pergi antar jemput sekolah oleh ayah ibunya.

Tangisan itupun tak mampu ku lukis dan ku ibaratkan dengan apapun. Dengan keadaan yang seperti ini factor factor yang menghambat tumbuh kembangku pun mulai terlihat, tumbuh kembangku menjadi agak lambat dari pada teman teman sebayaku, di masa SD, aku tidak mampu menelan materi dengan mudah dari guru-guruku, dimana pemikiranku tergolong lebih lelet dari teman teman sebayaku, mengapa??? Mungkin kah karena aku sangat haus kasih sayang orang tuaku???

Dengan berjalannya waktu, dengan semakin dewasanya aku, berfikir logis dan mulai mampu menyeimbangkan pemikiran dengan teman teman sebayaku pun mulai terlihat ketika aku menginjak dewasa seperti sekarang ini, bagaimanapun juga aku tetap bersyukur atas ni’mat yang alloh berikan kepadaku dan keluargaku.

Dari sedikit coretan kisah yang ku alami di atas, saya mampu menyimpulkan bahwa kondisi psikologi anak dalam tumbuh kembangnya sangat didukung oleh kasih sayang seorang ayah dan ibu. Anak mampu berfikir dan berkembang dengan normal jika kondisi psikisnya baik, dan salah satu factor utamanya adalah pendampingan seorang ayah ibu sejak kecil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline