Oleh : Alfiansyah
Terus terang saya bukan orang politik. Bukan seorang relawan dari sebuah kelompok politik, dimana kelompok tersebut mengatasnamakan "relawan" ; "kader" ; "tim pemenang" ; "gerakan milenial" ; "peduli sosial" dan bentuk metafora lainnya sebagai penghalusan kata agar bisa menggaet kader-kader yang "ompong" politik itu. Sampai-sampai mereka tidak pernah memedulikan bahwa kader-kader itu, selain "ompong" politik, juga buta politik. Yang paling penting adalah satu : massanya banyak.
Sekali lagi saya katakana, saya bukanlah orang politik. Jurusan saya ketika kuliah pun mengambil jurusan teknik mesin di perguruan tinggi di Kota Balikpapan. Mau jadi calon legislatif (caleg), waduh, itu bukan kapasitas saya. Harap maklum, selain saya tidak punya uang, pengertian saya mengenai politik juga masih sangat kurang. Belum lagi peran saya di masyarakat benar-benar kurang.
Masih banyak orang yang cocok jadi caleg, yang secara proporsional masuk dalam kriteria sebagai pemimpin. Karena mereka lebih paham. Bahkan mengklaim dirinya lebih merakyat. Santun terhadap agama. Dan sudah pengalaman dalam menjalankan birokrasi kenegaraan---tidak usah ngomong soal negara, skala internal saja dulu, yakni daerah. Paham birokrasi dan sudah "buktikan", aduh, janji rakyat yang tinggal di situ sudah menunggu tuh.
Akan tetapi, jika dipikir-pikir, sebagai warga negara, walau tidak ikut terlibat dalam partai politik, namun tetap dihadapkan dengan pilihan politik berupa demokrasi atau pemilihan umum. Ada baiknya jangan sampai buta politik.
Apalagi, bagi para caleg. Jangan sampai dia mencaleg tapi tidak paham sama sekali arti negara itu apa ; demokrasi itu apa ; ideologi itu apa ; konsep politik itu apa ; dan Pancasila itu apa. Jangan sampai para caleg-caleg ini hanya berpikiran bahwa menggantungkan nasibnya di pertengahan bulan April nanti.
Baiklah, saya sederhanakan. Para caleg yang Budiman, jika ada waktu, jangan melulu kampanye bagi-bagikan duit. Tiba-tiba menjadi baik dan menyumbang ini dan itu di lingkungan RT. Menebar muka sana-sini agar si pemilih memilih Anda---kadang sangat menjengkelkan sekali karena pura-pura baik dan hal itu yang membuat masyarakat tidak percaya dengan para caleg.
Kalau bisa, para caleg yang Budiman, jangan terlalu aktif di media sosial menebar kegiatan sosial sebagai langkah pencitraan, membuat kata-kata bijaksana, atau mengomentari komentar netizen dengan bahasa diplomasi yang sangat tidak berbobot. Jika ingin benar-benar mengenal politik lebih dalam, dan jika di pemilu nanti---alhamdulillah---berhasil "gol", maka, Anda, para caleg yang budiman, wajib membaca "Dasar-Dasar Ilmu Politik" Prof. Miriam Budiardjo.
Bukunya laku dijual dan telah beberapa kali dicetak ulang. Di bulan Juli tahun 2007, telah memasuki cetakan ketiga puluh dan edisi revisinya telah dicetak beberapa kali, hingga di bulan Agustus 2015, edisi revisi telah memasuki cetakan kelima. Dari luar, sampulnya mudah dikenal. Full berwarna biru.
Seperti halnya kitab suci sebagai pedoman hidup umat manusia, "Dasar-Dasar Ilmu Politik"-nya Miriam Budiarjo adalah sebuah kitab bagi para pelaku politik agar memahami lebih dalam apa itu politik.
Di buku tersebut, kita akan memperoleh gambaran menyeluruh mengenai apa itu politik ; definisi ilmu politik ; hubungan ilmu politik ; konsep politik ; pendekatan dalam politik ; demokrasi ; undang-undang ; hak asasi manusia ; pembagian kekuasaan ; peran negara ; badan eksekutif, legislatif dan yudikatif ; partisipasi politik ; partai politik ; dan sistem pemilihan umum.