Lihat ke Halaman Asli

Alasan Pernyataan Sikap Salah Satu Penandatangan Menolak RUU Permusikan

Diperbarui: 9 Februari 2019   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Oleh : Alfiansyah 

Legalitas seorang musisi itu tolak ukurnya tidak bisa diukur dari selembar surat yang datangnya dari pemerintah, lembaga sertifikasi, atau dari langit. Memangnya, standarisasi pemerintah dalam memahami musik itu apa? Kalau toh memang ada---mengatasnamakan---mantan musisi  duduk di bangku DPR, mungkin musisi-politikus itu sudah kehabisan akal mau buat undang-undang apa untuk mendapatkan proyek..

Dari ini pun musisi akan balik bertanya, standarisasi anggota DPR menjadi wakil rakyat itu apa? Selama ini prestasinya apa?

Seorang musisi lebih diakui dibanding seorang politikus. Namanya lebih mengharumkan nama Indonesia. Dikenal mancanegara tanpa pernah mengadakan kampanye berbayar. Bahkan, konsernya pun gratis---karena kebijakan dari sponsor penyelenggara.  Pun tidak pernah merugikan rakyat dan bikin malu negara karena korupsi mulu mainannya

Karena, bahasa musik itu adalah bahasa yang sangat universal dan sudah 'berhubungan badan' dengan keseharian manusia.  Kejujuran dari humanisme dan dipadu dengan kritik sosial melebur disitu. Sementara, bahasa politik hanyalah bahasa kekuasaan.  Kata "Lagunya Begini Nadanya Begitu"-nya Jason Ranti, maknanya tak ada mirip seorang pejabat.

Tidak heran jika Jason Ranti diakun instagram "Koalisinasionaltolakruup" sangat satire dan tegas menanggapi hal ini. Dalam video singkatnya, ia mengatakan :

Halo, nama saya Jason Ranti saya menolak RUU Permusikan. Karena curang! Saya bikinnya lagu dia bikinnya undang-undang. Curang! Karena curang! Karena rasannya kayak Orde Baru Curang! Karena saya merasa dizolimi dan ditindas. Curang!

Saya bukanlah siapa-siapa. Tapi sedikit-dikit bisa main musik dan tahu beberapa nama-nama band lokal Indonesia yang warna musiknya lebih berwarna, variatif, dan tidak ingin terikat dengan mayoritas selera pendengar musik di Indonesia. Inilah pernyataan saya, sebagai penikmat musik, sekaligus salah satu dari ribuan pecinta musik di Indonesia yang telah menandatangani petisi mengenai RUU Permusikan di Tanah Air yang tidak adil bagi para pelaku musik.

Sebelum saya mengambil sikap, pertama-tama, saya pahami dulu materinya dan apa saja yang dibahas mengenai pasal yang ditawarkan oleh Anggota DPR Komisi X dari Partai Amaant Nasional (PAN), Anang Hermansyah dan para koleganya. Dari ini, saya tidak menyalahkan Anang,  karena dibalik itu, dia pasti tidak bergerak sendiri dalam merancang undang-undang. Ada alur yang mesti ditempuh untuk merancangnya.

Dikutip Kompas.id, 5 Februari 2019, Anang Hermansyah  menyangkal bukan dialah yang merumuskan redaksi di RUU tersebut. Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI yang dikepalai Inosentius Samsul.  Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa dia  adalah salah satu orang yang dijadikan sumber menyusun RUU.

Dikutip dari Tirto.id, 04 Februari 2019, RUU Permusikan setidaknya memiliki 19 pasal bermasalah di dalamnya yaitu 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51. Untuk point-point tersebut, silahkan akses di https://tirto.id/petisi-ruu-permusikan-daftar-19-pasal-yang-dianggap-bermasalah-dfQR?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Terkait

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline