Oleh : Alfiansyah
Kerja pesepakbola adalah kerja lapangan. Tapi perlu digaris bawahi bahwasanya pesepakbola bukanlah seorang pemborong proyek atau tukang buruh bangunan. Lihatlah mereka ketika berada di lapangan. Keringatnya terus mengucur, demi 90 menit, sebagai penentu yang membuat jantung selalu bedebar-debar. Disaksikan jutaan mata, sehingga banyak saksi , dan orang awam pun akan menjadi hakim yang tak kenal ampun. Di sinilah mental, kebijaksanaan, kekuatan, berani menanggung resiko dan lain sebagainya dipertaruhkan bagi para manusia, yang menggantungkan nasib menjadi pesepakbola.
Tapi, dalam konteks pekerja, seorang pesepakbola masuk dalam apa? Buruh pabrik, pekerja kasar, selebritis, atau hanya kerja sebatas kerja, tanpa ada etos sebagai pesepakbola bahwasanya dia adalah bintang lapangan?
Erich Fromm
Filsuf asal Jerman, Erich Fromm dalam buku Seni Mencintai menjabarkan bagaimana profesi kerja manusia mencari penghasilan, di era modern ini. Contoh pertama, manusia menjadi makhluk "jam sembilan sampai jam lima", dia bagian dari angkatan kerja, atau tenaga birokrasi pegawai dan manajer. Dia tidak banyak berinisiatif, tugas-tugasnya ditentukan oleh organisasi kerja ; bahkan antara mereka yang berada di posisi puncak dan mereka yang di bawah, tak banyak bedanya. Mereka semua mengerjakan tugas-tugas yang ditentukan oleh struktur organisasi, dengan kecepatan yang sudah ditentukan, dengan cara yang sudah ditentukan. Bahkan perasan pun di tentukan : ceria, ramah, bisa diandalkan, berambisi, dan mampu bekerja dengan semua orang tanpa gesekan. Bersenang-senang pun dirutinkan dengan cara yang sama, meskipun tak sedrastis itu.
Sebelum ajal, seluruh kegiatan telah dirutinkan dan dibuat-buat. Manusia lupa akan eksistensialismenya bahwa dia adalah manusia, individu yang khas, manusia yang diberi cuma satu kesempatan untuk hidup, dengan harapan dan kekecewaan, dengan kesengsaraan dan rasa takut, dengan kerinduan akan cinta dan rasa takut pada ketiadaan dan keterasingan.
Contoh kedua, meraih penyatuan kerja dalam aktivitas mencipta, baik itu aktivitas seniman, atau perajin. Dalam kerja kreatif, orang yang sedang berkreasi menyatu dengan peralatan yang mewakili dunia di luar dirinya. Entah itu seorang tukang kayu yang membuat kursi atau meja, atau seorang pandai besi yang membuat cangkul atau arit, serta petani konvensional yang menanam padi, atau pelukis yang melukis. Di mana semuanya dalam bidang pekerjaan kreatif para pekerja dan obyeknya menjadi satu.
Manusia menyatukan dirinya dengan dunia di dalam proses mencipta. Namun, ini berlaku hanya untuk kerja produktif, untuk kerja yang saya rencanakan, ciptakan, dan terlihat hasilnya. Dalam proses kerja modern seorang pegawai, seorang pekerja mesin di pabrik, hampir tak ada kualitas menyatu-dengan-pekerjaan seperti ini. Pekerja sekedar pelengkap mesin dan organisasi birokratik. Dia berhenti menjadi dirinya---di sini tak ada penyatuan melampaui penyatuan konformitas.
Nafkah Pesepakbola
Kerja tim sepakbola adalah kerja kolektif. Semangat gotong royong . Tidak saling menjatuhkan satu sama lain, seperti karyawan kantor demi yang namanya naik jabatan dan kenaikan gaji. Jika salah satu pemain egois dan tak bisa diajak kerja sama, maka suatu visi-misi sebuah kesebelasan akan bobrok dan target pun pastinya akan pudar. Semangat individu saja tidak cukup. Harus menerapkan semangat kolektif. Itu dia yang membuat kerja pesepakbola tidak sama dengan seorang karyawan kantor.
Beberapa tim sepak bola telah membuktikannya. Di Piala Eropa 1992, Denmark sebagai tim kuda hitam berhasil memberikan kejutan. Berada di Grup 1 bersama Swedia, Prancis, dan Inggris, Denmark mampu lolos ke babak semifinal dengan status runner-up. Di partai semifinal mereka berhasil mengalahkan para pejuang total football, Belanda. Setelah menahan imbang Marco van Basten cs 2-2, Denmark berhasil menang drama adu penalti 5-4. Tak sampai di situ, di partai final, tim tangguh Jerman dipukul mundur 2-0.