Lihat ke Halaman Asli

"Harus Nikah"

Diperbarui: 29 Oktober 2018   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu usiaku hampir 29 tahun menyisahkan 2 bulan lagi baru genap 29 tahun,  rencana awal menikah pas umur 28 tahun,  namun saya hanya boleh berencana sementara hasil akhir adalah milik yang maha kuasa.  Usia segitu memang banyak hinaan sekaligus motivasi,  ada yang bilang bujang tua,  bahkan ada juga yang memanggil buruk tegantung. Berat memang,  tapi apa daya perjuangan menemukan tambatan hati belum berhasil.

Waktu itu MTQ Kabupaten berlangsung, salah seorang dari peserta tersebut aku cukup kenal karena dia adalah adek tingkat waktu sekolah baik di Aliyah maupun saat kuliah. Pertemuan itu begitu cepat cuman bilang "apa kabar dek ," ? lalu ku bertanya lagi "dimana kini serta apa aktivitas sekarang". Diapun menjawab baik kak saya di desa sekarang," jawabnya. Ternyata pertanyaan tersebut berlanjut dengan dengan pertanyaan serta rayuan serta obrolan panjang,  teknologi hp menjadi penunjang hubungan kami berdua Walau terkadang sulit mencari signal hp.

Tidak menunggu lama karena dengan modal saling mengenal cukup lama,  saya percaya suatu saat saya harus datang ke rumah calon tambatan hati,  walau dengan perasaan gugup dan kurang percaya diri akhirnya akupun pergi kerumah orang tua dari calon isteriku tersebut. Kepergian pertama aku mintak ditemani oleh seorang teman sekaligus yunior dalam organisasi.

Suatu hari dengan meminjam motor Yamaha 80 kepunyaan orang tuaku,  aku pergi bermodalkan minyak bensin  Rp. 12.000, maklum bensin masih murah. Dengan motor butut yang penuh dengan asap knalpot aku pergi menjemput temanku untuk menemaniku pergi ke sebuah desa yang berjarak 30 km dari tempatku.  Perjalan motor tua membuat waktu tempuh semakin lama.

Sampailah aku dan temanku ke sebuah desa, cukup lama memang perjalanan yang kami tempuh lebih kurang hampir satu jam. Perjalan itu adalah perjalanan pertama menapakan kaki di desa tersebut, bermodal hasil membaca papan merek masjid aku yakin inilah desa yang ku tuju, kedatanganku memang tanpa sepengetahuan perempuan cantik calon isteriku, sesampai rumah yang dituju, aku meminta temanku untuk turun mengetuk pintu rumah itu, "dinda tolong dulu ketuk pintunya ya", lalu temanku menjawab "baik kak", sesudah diketuk tiga kali temanku menyahut lagi padaku "kayaknya gak ada orang kak" jangan- jangan ayunda lagi kesawah kak" terus kak gimana, aku pun meminta temanku untuk pergi kearah samping rumah sambil memanggil- manggil, "Yuk kata temanku" gak ada orangnya kak " ya sudah kalau gak ada ujarku". Kita pulang aja yuk sahutku kepada temanku". Akhirnya misi pertama gatot alias gagal total, tapi aku tidak berputus asa sambil mencari tetangga terdekat aku bertemu dengan seorang wanita paru baya, sahutku " Ibung (panggilan daerah Budeh), tolong titip salam ya sahutku,, lalu Ibungpun menjawab permintaan salamku, " ya..nanti ku sampaikan mungkin sekarang lagi di sawah atau dikebun. Terima kasih bung ujarku.

Hatiku galau,terasa pengorbananku sia- sia, barangkali Tuhan mengujiku dalam hati ku bertanya dan menjawabnya sendiri, mungkin juga ya, ini bagian dari ujian kesabaran diriku. Sesampai dikota asalku aku mencoba mendiskusikan dengan temanku, bagaimana menurutmu dinda apakah nanti cintaku akan diterima atau justru ditolak?" temanku menjawab, menurutku kak nanti persaan kakak dan ayuk akan bertemu, maksudnya jawabku,, maksudnya dengan pertimbangan umur yang sudah cukup barangkali nanti besar kemungkinan perasaan kakak akan di terima oleh Ayuk kak."oh...bilangku kamu bisa aja ka", jawabku sebab nama temanku Jaka, yang kedua kakak dan ayuk kan sudah cukup lama kenalnya bayangkan dari kelas 1 Mts sampai menamatka kuliah, hanya saja hubungannya biasa aja, dan tentu masing-masing sedikit banyak memahami karakter  teman, apa bisa cocok ya jawabku ? ya nanti jawabanya sahut jaka.

Seminggu berlalu begitu cepat hubungan jarak jauh memang penuh dengan keraguan, mau menghubungi sinyal terbatas, kalau dia tidak mengontakku terlebih dahulu maka akupun tidak dapat menghubunginya, sebab hanya tempat- tempat tertentu saja signal hp nya ada. Dengan niat yang ikhlas berbekal keberanian dan banyak bertanya kepada senior bagaimana cara melamar anak gadis, aku pikir sudah cukup secara teori untuk menyampaikannya akan tetapi degup jantung dan keseimbangan emosi menjadi faktor penentu kalau pesan saya sampaikan dapat didengar dengan baik oleh calon mertuaku, aku pergi kembali menggunakan motor andalanku, sesampai disana aku tidak menjumpai siapa- siapa kecuali perempuan cantik berhijab di rumah yang aku datangi, Assalamu'alaikum " sahutku, wa'alaikum salam jawab idolaku, masuk kak" dengan ramahnya dan penuh senyum, dalam hati aku gembira barangkali ini orang yang dikirim Allah untukku". Tunggu sebentar kak ya...! aku ambilkan minum dulu ya kedalam, aku pun menjawab gak usah dek, gak usah repot- repot.

 Maksud hati ingin mengungkapkan perasaan dengan calon mertuaku akhirnya tertunda, tetapi aku kembali memberanikan diri mengutarakan niatku kepada sang gadis bahwa aku akan melamarmu, " dek kakak rencana mau bicara sama orang tuamu", mau bicara apa kak ", sahutnya, ah...yang benar saja dek " sambil ketawa kecil dia mengujiku, "kalau adek setuju saja kak", kira- kira kapan ya dek Bapak ada di rumah," tanyaku, em.. sore besok gimana," tanpa berfikir panjang aku menjawab "ok ",dan akhirnya sampailah waktu yang kutunggu, setelah mengucapkan salam masuk kerumah pacarku, akupun melihat calon mertuaku sudah siap, akupun mendekat dan menyampaikan hasrat hatiku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline