Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah DKI Jakarta yang menjadi pusat bisnis ritel sejak masa kolonial yang terpusat dibeberapa tempat seperti pasar pabean, jalan Tunjungan, Pasar Turi, Pasar PGS, dan lain lain. Surabaya telah menjadi pusat perdagangan, industri, dan bisnis di Jawa Timur dan di Surabaya berdiri toko-toko besar serta pasar tradisional dan pasar modern seperti minimarket atau supermarket.
Selain itu Surabaya memiliki pusat perbelanjaan modern yang kedua setelah dibuka di Indonesia, yaitu Tunjungan plaza yang dibuka pada masa orde baru dan semenjak saat itu Surabaya terus mengalami perkembangan sebagai pusatnya bisnis ritel ditambah lagi dengan dorongan dari pemerintah orde baru untuk Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang baru di Surabaya. Selain pusat bisnis ritel, Surabaya menjadi pusat perdagangan internasional dengan adanya Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi pintu masuk utama barang ekspor-impor di Jawa Timur dan hingga saat ini Surabaya terus menjadi pusat bisnis ritel penting di Indonesia.
Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat proses perdagangan semakin beraneka ragam seperti pertokoan, jenis pasar, dan adanya pusat perbelanjaan seperti supermarket department store dan salah satunya adalah plaza atau square salah satu jenis pusat perbelanjaan yang dikelola dengan satu wadah, dan dikembangkan dengan dimiliki oleh kepemilikan property tunggal.
Plaza memiliki konsep bangunan yang terdiri dari banyaknya ritel atau toko dengan jalur sirkulasi yang luas dan besar serta memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang ingin berbelanja maupun sekedar berjalan-jalan dan Plaza memiliki bentuk bangunan berbentuk vertikal yang lebih dari 3 lantai serta umumnya plaza memiliki 7 lantai. Pembangunan plaza dibangun dipusat kota berdekatan dengan pusat pemerintahan dan alun-alun kota. Kemudian fasilitas yang dapat digunakan oleh pengunjung sudah modern dengan penggunaan teknologi Seperti AC, cctv, lift, eskalator, dan tangga darurat.
Pusat perbelanjaan yang menerapkan sistem ritel pertama kali yaitu di pusat perbelanjaan Sarinah di Jakarta dan Surabaya mengalami ketertinggalan dengan Jakarta mengenai perkembangan pusat perbelanjaan, padahal Surabaya lebih unggul dari sektor perdagangan jika dibandingkan dengan Jakarta dikarenakan memiliki potensi dengan ditunjang oleh Pelabuhan sebesar Tanjung Perak sebagai Pelabuhan ekspor-impor dan potensi lainnya adalah pamor dari jalan Tunjungan sebagai pusat ekonomi sejak masa kolonial dan banyak pertokoan seperti toko Nam, Siola, Wijaya, dan Apollo.
Awal kemunculan Sarinah sebagai pusat ritel baru pada awalnya merupakan konsep dari Sukarno yang mengadopsi sistem ritel di negara-negara barat dan Jepang dan tujuan dari pendirian Sarinah adalah untuk menstabilkan harga-harga agar rakyat jelata mampu untuk membelinya, namun konsep tersebut berbentuk toko serba ada dan pengelolaan Sarinah tidak berdasarkan Perusahaan namun berbentuk badan social dan menyediakan kebutuhan pokok seperti beras, sayur, daging, dan buah-buahan.
Kemudiaan saat orde baru berkuasa, Sarinah yang awalnya digaungkan sebagai department storenya rakyat jelata berubah menjadi lain dan berbentuk Perusahaan sehingga pengelola Sarinah berusaha mencari untung dari penjualan tersebut dan mematok harga yang tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh rakyat kelas bawah dan tidak adanya tawar menawar terkait harga.
Dalam pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia khususnya di Surabaya secara gambaran umum dapat dinilai dengan nilai yang relative rendah pada masa orde baru dan kalah pamor dibandingkan bisnis eksplorasi hasil alam seperti tambang dan kayu yang lebih banyak investasinya. Pada awal 1990an merupakan titik awal dari berkembangnya bisnis ritel di Indonesia dengan ditandainya operasional ritel modern sedangkan ritel tradisional sudah ada sebelumnya.
Kemudian selain Plaza dan pasar modern yang ada di Kota Surabaya, juga terdapat pusat perdagangan salah satunya adalah Pasar Turi. Pasar Turi merupakan salah satu pasar yang menjadi pusat perdagangan terbesar di Indonesia Timur dan hampir sebagian masyarakat di Kota Surabaya maupun luar Kota Surabaya melakukan transaksi perdagangan di pasar tersebut sebelum adanya plaza dan pasar modern. Pasar turi sudah ada sejak awal abad ke 20 atau masa pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1901. Sejak tahun 1901-1950 sebelum dikenal dengan Pasar Turi memiliki nama Pasar Roomberg dan berganti nama ditahun 1950 menjadi Pasar Turi. Para pedagang yang menempati Pasar Turi adalah pedagang yang berhasil mengekspor barang sampai ke mancanegara. Kemudian pada tahun 2007 ada pasar baru yang bernama Pasar PGS. Pasar PGS merupakan pasar baru yang diresmikan di Surabaya dan menjadi pasar ritel terbesar di Surabaya dan pada akhirnya menjadi pusat ritel selain Pasar Turi dan Plaza yang ada di Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H