Lihat ke Halaman Asli

Alfian Zainal

Membaca... Membaca... Membaca...

Hakim dan Nasruddin Hoja

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan Edwir Sulaiman yang mengingatkan kita tentang ciri-ciri orang munafik mengingatkan saya pada cerita humor sufi. Namuanya Nasruddin Hoja. Tokoh yang mirip dengan Abunawas ini cukup dikenal dalam sastra Islam sebagai cerita humor sufi.
Konon, cerita ini muncul saat Persia saat dikuasai oleh Mongolia dengan penguasa wilayah bernama Timur Lenk. Saya tidak tahu soal asal-usulnya, tetapi saya sangat tertarik sejak kisah ini pernah dimuat di Harian Republika beberapa tahun silam.
Nasruddin dikenal sebagai tokoh yang bijaksana, jujur, lucu, kadang lugu, tapi juga cerdas. Dalam salah satu humor pendek tentang Nasruddin, diceritakan, Timur Lenk mengundang seluruh hakim dalam sebuah jamuan.
Tentunya, hakim di sebuah kerajaan adalah jabatan terhormat dan bergaji besar, berpakaian mewah, jauh berbeda dengan Nasruddin yang --sebenarnya hanya warga biasa-- hanya memekai jubah putih yang lusuh.
Karena "berbeda', dalam pertemuan itu ia menjadi sasaran ejekan para hakim. Seorang hakim bertanya kepadanya dengan maksud menyindir.

Dialognya kira-kira seperti ini:
"Wahai Nasruddin, bila engkau diberi pilihan antara harta dengan keadilan, mana yang engkau pilih?"
"Saya pasti pilih harta," jawab Nasruddin tenang, "Kalau Tuan...?"
"Tentu saja saya pilih keadilan," kata sang hakim dengan sinis.
Nasruddin menanggapi dengan tenang, "Terbukti, sifat manusia selalu mencari apa yang tidak dimilikinya!"
Cerita yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu ini memancing pikiran saya ketika  kasus dugaan suap Syarifuddin Umar muncul. Hakim yang selalu diidentikkan dengan penegakan hukum dan keadilan.
Pertanyaannya, apakah seorang hakim memiliki rasa keadilan? Apakah posisi terhormat sebagai pengadil dan gaji yang besar belum cukup untuk seorang hakim dalam menegakkan keadilan? Apalagi, seorang hakim sering mengklaim sebuah putusan "atas nama Tuhan". Ini tidak dimiliki oleh oleh jaksa atau polisi.
Kembali kepada cerita Nasruddin Hoja, semua hakim yang diundang Timur Lenk tentu tidak akan (mengatakan) memilih harta seperti halnya pilihan Nasruddin. Itu adalah sesuatu yang hina dan rendah.
Hanya saja, bagi Nasruddin, pilihan itu lebih baik ketimbang ia disebut munafik. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline