Masyarakat Jawa itu diajarkan kehidupan yang sederhana oleh para leluhur. Banyak sekali pitutur (petuah) bijak Jawa yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menjalani hidup.
Kehidupan sederhana itu bukan berarti seseorang tidak boleh sukses atau kaya, melainkan esensi dari kehidupan yang sederhana itu adalah mensyukuri pemberian Illahi.
Bersyukur atas apa yang dimiliki. Itulah makna peribahasa Jawa "Nrimo ing Pandum". Nrimo berarti menerima. Pandum berarti pemberian. Jadi nrimo ing pandum memiliki pesan menerima segala pemberian apa adanya tanpa menuntut yang lebih.
Dalam contoh yang sederhana, bila saya diberi 2 buah roti, bagaimana saya akan merespon? Bila saya tidak puas, merasa kurang lalu meminta lebih itu artinya saya tidak nrimo. Tetapi ketika saya berkata, "terimakasih". Itulah nrimo ing pandum.
Nrimo ing pandum merupakan filosofi sederhana namun sarat makna. Pelajaran ini diberikan oleh orang tua saya sebagai sangu (bekal) dalam menapaki kehidupan. Sungguh sebuah bekal yang amat berharga.
Masyarakat Jawa pastilah sudah tidak asing dengan pitutur ini sebab pitutur nrimo ing pandum adalah salah satu falsafah yang sangat populer. Filosofi bijak ini masih begitu lekat dianut didalam ekosistem budaya masyarakat Jawa.
Pelajaran apa saja yang hendak disampaikan melalui pitutur nrimo ing pandum?
1. Mensyukuri berkat
Manusia pasti selalu memiliki keinginan. Keinginan duniawi itu bila dikejar maka tidak akan ada habisnya. Sudah memiliki mobil ingin memiliki mobil yang lebih bagus, sudah memiliki rumah sederhana ingin memiliki rumah yang lebih mewah, dan seterusnya.
Lalu apakah orang tidak boleh kaya? Bukan demikian maksudnya. Esensinya adalah mensyukuri apapun yang sudah kita miliki. Jika ada kelimpahan, itu merupakan berkat dari yang MahaKuasa. Jika memiliki keinginan namun belum bisa menggapai, cukuplah dengan apa yang sudah kita miliki saat ini.