Lihat ke Halaman Asli

Meirri Alfianto

TERVERIFIKASI

Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Saya Bukan Produk SNMPTN, tapi Saya Bisa!

Diperbarui: 6 Januari 2022   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perguruan tinggi favorit di Indonesia. Gambar: Tribunnews.com

SNMPTN bukanlah akhir dari segalanya. Baik yang diterima maupun gagal. Buat adik-adik yang diterima, Selamat atas keberhasilannya. Ini awal atas sebuah perjalanan yang baru untuk menggapai mimpi dan cita-cita. Buat yang belum diterima, bukan berarti bodoh. Adik-adik hanya kurang beruntung saja. Ayo bangun dan bangkit. 

Diterima di perguruan tinggi negeri tidak menjamin seseorang untuk sukses. Ya, kuliah hanyalah gerbong yang akan membawamu untuk sampai ke tempat tujuan. Ada banyak gerbong lain yang siap untuk membawamu kesana. Perlombaan belum usai, kamu belum sampai ke garis finish. Jadi tegakkan kepala lalu melangkah tegap dengan penuh harapan dan keyakinan.

Tak dapat dipungkiri, diterima di perguruan tinggi negeri favorit tentulah memiliki kebanggaan tersendiri. Baik bagi diri sendiri maupun orang tua. Ada semacam cap atau stigma hebat yang melekat bila bisa lulus SNMPTN. Apalagi bila diterimanya di perguruan tinggi favorit. Itu adalah prestise tersendiri. Bagi yang gagal jalur SNMPTN lalu menempuh kuliah di swasta dianggap kurang pinter. 

Sayangnya di masyarakat kita masih banyak anggapan yang demikian sehingga gagal dalam masuk perguruan tinggi negeri menjadi beban psikologis tersendiri untuk siswa. Yang terlanjur goyah bisa saja ngedrop karena putus asa. Jangan, jangan goyah! Ayo lanjutkan perjuanganmu..

Mari berpikir jernih. Sedikit sharing, saya bukanlah produk SNMPTN yang kala itu masih bernama SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Saya tak pernah ikut SPMB. Memang dulu saya sempat ingin sekali kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Itu adalah kampus impian masa kecil saya. 

Maka saat memasuki kelas akhir SMA, saya ikut UM (Ujian Masuk) UGM. UM UGM adalah ujian masuk yang diselenggarakan secara mandiri oleh Universitas. Pelaksanaannya sebelum SPMB. 

Singkat cerita, saya gagal. Sempat drop, tetapi orang tua menyemangati saya dan mengarahkan saya. Orang tua saya tahu betul bahwa saya sudah sangat mengidam-idamkan untuk bisa masuk ke UGM. Semangat dari orang tua membuat saya bangkit. 

Lalu saya mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di ATMI Surakarta (sekarang bernama Politeknik ATMI Surakarta). Kampus ini adalah salah satu kampus teknik unggulan. Saya berjanji pada diri saya sendiri, kalau saya berhasil masuk ATMI, saya tak akan ikut seleksi lagi di manapun termasuk SPMB. 

Dan benar, saya diterima. Tiga tahun saya menempuh pendidikan D3 di kampus yang terkenal amat disiplin itu. Saya ditempa di sana menjadi pekerja teknik yang terampil. Sebelum lulus, mahasiswa di kampus kami sudah direkrut oleh perusahaan-perusahaan yang sengaja ingin mempekerjakan tenaga lulusan ATMI. 

Saya sendiri mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari sebuah perusahaan swasta di Tangerang. Lumayanlah untuk membantu biaya kuliah. Sehingga selepas lulus kuliah saya langsung bekerja di perusahaan itu.

Lulus D3 belum membuat saya puas. Sembari bekerja, saya melanjutkan pendidikan Strata satu (S-1) di Universitas Mercu Buana Jakarta. Dengan bekerja, saya bisa membiayai kuliah sendiri. 1,5 tahun waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan pendidikan untuk menjadi seorang sarjana teknik. Tak cukup hanya sampai di sana, saya pun melengkapi diri dengan berbagai sertifikasi keahlian. Hidup merantau sendiri, bekerja, dan kuliah. Itulah perjuangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline