Dunia politik menghangat lagi setelah Menteri Sosial yang baru dilantik, Tri Rismaharini blusukan di sekitar kawasan Sudirman, Jakarta Pusat dan menemukan adanya tunawisma di sana.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti tertampar. Bagaimana mungkin ada tunawisma di sekitaran kawasan elit tersebut? Sudah bertahun-tahun tak pernah ditemukan tunawisma di kawasan itu, kata Pemprov.
Lalu muncullah suara-suara sumbang mengatakan bahwa Kemensos sedang bersandiwara. Semua itu hanya settingan. Tapi tak apa. Jangan perhatikan suara sumbang. Lebih baik dengar lagu Kang Doel Sumbang. Maju terus Bu Risma!
Itu tadi politik. Sayangnya jiwa kepenulisan politik saya kurang baik. Insting politik saya tidak setajam silet. Daripada bahasanya nanti hanya ngalor-ngidul nggak jelas bin njlimet, maka saya putuskan tidak akan lanjut menulis tentang Bu Risma. Mungkin nanti kalau ada politikus kecemplung got saya akan menulis politik. Itu pun dari sisi humor.
Maka mukadimah di atas tadi akan berkaitan dengan topik yang akan saya tulis. Masih berkaitan dengan blusukan tentunya. Tetapi tidak di lingkungan birokrasi pemerintah, melainkan di lingkungan perusahaan.
Ketika pertama kali masuk di perusahaan tempat saya bekerja sekarang, saya mendapati beberapa direksi tidak pernah atau sangat jarang sekali turun ke bawah. Dari 4 direksi praktis hanya satu saja yang rajin turun. Yang lain lebih banyak menghabiskan waktu di kantor/ ruangan.
Apakah itu buruk? Ada plus minusnya ketika bekerja hanya di kantor saja dengan yang langsung turun ke lapangan. Style kerja orang memang berbeda-beda.
Maksudnya turun ke bawah gimana sih?
Turun ke bawah dalam arti mengecek langsung kondisi lapangan. Melihat kondisi aktual yang terjadi. Tidak hanya menerima laporan dari anak buah.
Nah, sekitar setahun yang lalu terjadilah pergeseran posisi. Direktur Utama (Dirut) kami dipindahkan ke sister company. Kemudian kami kedatangan Dirut baru. Meskipun tidak benar-benar baru karena beliau dulunya pernah bekerja di tempat kami juga.