Lihat ke Halaman Asli

Meirri Alfianto

TERVERIFIKASI

Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Menjadi Guru Masa Kini Memang Harus Tangguh

Diperbarui: 3 Desember 2020   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi guru membantu murid belajar. (sumber: KOMPAS/TOTO SIHONO)

Bulan Juli 1995. Waktu itu saya baru awal-awal masuk sekolah dibangku kelas 1 SD. Sekolah tersebut adalah sekolah negeri. Dalam satu kelas kami ada sekitar 32 siswa. Wali kelas kami biasa kami sapa Bu Wid. Entah apa yang akan terjadi jika beliau menjadi guru masa kini. Mungkin beliau sudah menerima komplain keras dari para wali murid. 

Beliau memang guru yang terkenal galak. Jangan coba-coba ramai dikelas karena beliau tidak akan segan memarahi murid-muridnya yang gaduh dan nakal. Tidak hanya cukup memarahi saja, beliau juga akan njenggit rambut muridnya. Percayalah pada saya, rasanya dijenggit itu sakit sekali. 

Apa itu njenggit? Jika saya memakai referensi Kamus bahasa Indonesia, kata yang paling mendekati adalah "jenggut" yang artinya menarik keras-keras. Jadi njenggit itu menarik keras-keras rambut yang ada di sebelah telinga. Ditarik keras sambil berjalan. Asli bikin kapok. 

Tidak hanya sampai di situ. Kadang-kadang beliau juga melempar penghapus jika ada yang tidak memperhatikan saat beliau menerangkan pelajaran. Bayangkan itu yang diajar siswa kelas 1 SD lho. 

Ada wali murid yang protes? Nggak ada. Bagaimana mau protes. Saya misalnya, kalau saya adukan pada orang tua saya pasti justru saya yang kena marah orang tua. Itu karena saya yang dianggap takbisa diatur. Ya benar juga sih sebenarnya. 

Ada lagi seorang guru Agama Islam yang bernama Pak Muksam. Gayanya flamboyan. Beliau adalah guru yang paling garang diantara semua guru. Kalau mengajar bawaannya penggaris kayu 1 meter. Ada murid yang gaduh atau tidak memperhatikan pelajaran pasti langsung kena pukul pantatnya. Bukan pada kekerasannya, tetapi saya lebih menyoroti hasilnya. Anak-anak sungguh dididik untuk memiliki kualitas diri serta sopan santun.

Lalu bagaimana kesan murid kepada gurunya?

Sekalipun Bu Wid itu guru yang galak, tetapi murid begitu menghormati beliau. Murid-murid juga senang diajar oleh Bu Wid. Demikian juga Pak Muksam. 

Di sekolah SD dulu seperti sudah menjadi kebiasaan. Setiap pagi ketika guru datang, baru sampai di gerbang sekolah saja anak-anak sudah berlarian menyambut guru dan berebut untuk bersalaman serta mencium tangan. 

Senada dengan Bu Wid, guru kelas IV kami, Bu Warsinah juga sama. Beliau guru yang tak segan memarahi murid-muridnya. Namun beliau amat dicintai oleh murid. Beliau layaknya orang tua bagi kami semua. Memarahi jika kami salah dan memuji jika kami benar. Beliau guru yang sabar ketika mengajar pelajaran yang belum kami mengerti. Ia akan mengajari sampai semuanya mengerti. 

Saya ingat ketika ditengah tahun ajaran kami harus berpisah dengan Bu Warsinah lantaran beliau diangkat menjadi kepala sekolah di SD lain. Murid-murid bahkan menangisi kepergian beliau. Itulah potret guru pada masa itu. Bagi yang segenerasi dengan saya maupun generasi yang lebih tua mungkin sebagian besar juga memiliki pengalaman-pengalaman serupa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline