Namanya Sularno, saya biasa memanggilnya Mas Larno. Kami mengenalnya sebagai bos ayam. Ya, Mas Larno adalah pengusaha ayam yang sukses. Ia menjadi penyuplai ayam bagi para para pemilik usaha ayam chicken diseluruh penjuru dikota kami.
Don't look the book just from the cover. Sebuah ungkapan melegenda yang berarti jangan melihat buku hanya dari sampulnya. Peribahasa itu sepertinya cocok dengan profil Mas Larno. Ia adalah orang yang sederhana dan begitu bersahaja.
Dalam berpakaian kerap hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek mirip mendiang Bob Sadino. Ia juga biasa nongkrong di hik (angkringan) bersama dengan para anggota asosiasi penjual ayam chicken. Ia tidak canggung. Tak tampak sama sekali bahwa ia adalah seorang yang kaya raya.
Membeli sebuah mobil SUV mahal ataupun rumah seharga 1 milyar bukanlah perkara sulit baginya. Ia adalah seorang jutawan sekaligus dermawan. Tapi ada lagi satu hal yang unik dalam diri Mas Larno. Handphone yang ia pegang bukanlah gawai mahal seperti kebanyakan pengusaha lainnya.
Bukan Apple si apel kroak ataupun android. Melainkan gawai jadul Polyphonic! Karena keterbatasan pendidikan dan wong ndeso yang tidak suka neko-neko, Mas Larno memilih untuk setia menggunakan hp jadulnya.
Selama bisa untuk komunikasi tak masalah katanya. Maka, ia adalah satu-satunya orang yang masih menggunakan gawai berteknologi Polyphonic yang pernah saya jumpai. Adakah orang yang masih menggunakan gawai jadul di sekitar Anda para Kompasianer?
Nostalgia gawai pada masa lalu
Cerita Mas Larno membuat saya sedikit bernostalgia. Ini mengingatkan pada diri saya dahulu. Kalau zaman sekarang bahkan anak SD saja sudah membawa gawai ke sekolah.
Di sekolah tempat seorang teman mengajar bahkan gawai menjadi benda yang dijadikan obyek ajang pamer. Padahal itu sekolah dasar yang kebetulan merupakan sekolah mahal. Muridnya adalah anak orang-orang berlimpah materi. Tidak demikian halnya dengan saya dulu.
Pertama kali membawa handphone adalah ketika saya mulai masuk kuliah di usia yang sudah menginjak 18 tahun. Handphone yang saya pakai bukanlah handphone baru, namun peninggalan dari kakak saya yang sudah tidak terpakai.
Saya juga ingat, handphone yang dimiliki oleh keluarga saya adalah sebuah merk handphone yang saat itu populer karena diiklankan oleh mantan presiden Amerika Serikat, Bill Clinton.