Bisnis memang harus kreatif. Perubahannya terkadang memang begitu cepat. Seperti pada saat situasi pandemi seperti sekarang. Tak pernah ada yang menyangka bahwa ini akan terjadi. Pandemi covid-19 datang menerjang bagaikan tsunami bagi sendi-sendi bisnis. Memukul dengan sangat telak hingga meninggalkan duka akibat gelombang PHK yang tidak terhindarkan. Bisnis yang sudah dijalani puluhan tahun dan tak pernah ada masalah pun tiba-tiba ambruk.
Perusahaan tempat saya bekerja adalah perusahaan yang bergerak di bidang kelistrikan. Perusahaan ini tak pernah sepi order seperti sekarang. Orderan sepanjang tahun biasanya sudahbisa diprediksi. Kue pun bisa dinikmati oleh seluruh stakeholder yang ada mulai dari pemegang saham hingga tukang sapu ruangan.
Kondisinya memang sepi, terhitung sejak setelah lebaran. Karyawan juga sudah banyak dipangkas. Terhitung lebih dari 200 orang karyawan sepertinya. Kami biasa berjalan dua shift. Tak jarang juga dibuat tiga shift bila sudah kebanjiran order. Namun itu sudah tidak terjadi. Bulan ini terpaksa hanya dijalankan satu shift. Itupun banyak yang tetap menganggur. Mesin hanya sesekali jalan karena orderan benar-benar sepi. Separuh dari jumlah karyawan dibuat on the job training.
Mereka diberikan pelatihan untuk menyiasati menumpuknya karyawan di line produksi. Jadilah saat ini saya hanya sibuk membuat materi untuk diberikan kepada mereka yang akan di-training. Sebenarnya ini adalah kebijakan murah hati dari para direksi. Normalnya di tempat lain, karyawan sudah dirumahkan dan dipotong gaji cukup signifikan. Kami masih beruntung hanya 10 persen. Di tempat lain (Setidaknya perusahaan di kiri kanan kami) minimal 25 persen.
Pangkal persoalan mengapa perusahaan tampak begitu shock sebenarnya satu: karena kami begitu bergantung pada satu customer, yakni PLN. Mungkin sekitar 80 persen omzet tahunan penjualan merupakan "hadiah" dari perusahaan negara itu. Sisanya baru dari proyek-proyek swasta.
Satu customer saja sudah membuat kami sangat nyaman selama bertahun-tahun. Istilahnya bagian marketing hanya duduk diam di kantor saja sudah dapat banyak 'makanan' . Namun semuanya tiba-tiba menjadi kacau balau setelah PLN menghentikan order mereka. Tak cuma perusahaan kami saja, di kompetitor-kompetitor lain pun sama. Jadilah sekarang ini kelabakan semua vendor-vendor PLN. Mengapa dihentikan? Itu juga menjadi sebuah pertanyaan bagi kami. Mungkin karena defisit PLN yang kabarnya mencapai 38 triliunan, 3 kali lipat lebih besar dari Pertamina yang mengalami kerugian 11 triliun rupiah. (Baca ini)
Situasi ini mau tak mau membuat kami harus berubah dan berpikir keras. Kami dipecut untuk keluar dari zona nyaman yang sudah terbentuk selama ini. Jumlah salesperson pun ditambah. Yang biasa kerjaannya cuma terima telepon sekarang lebih rajin keluar mendekati calon pelanggan-pelanggan baru.
Tender-tender swasta dikejar. Demikian halnya dengan produk. Tak hanya barang-barang konvensional yang biasa diproduksi saja, tetapi juga produk-produk baru yang memaksa kami untuk lebih berinovasi. Istilahnya sekarang adalah "palugada, apa yang lu mau gue ada". Customer butuh apa, kami akan sediakan dengan sekuat tenaga. Tak lagi bisa pilih-pilih pekerjaan. Dan semua bagian harus menyikapi perubahan.
Setidaknya beberapa hal berikut sudah dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi situasi pandemi. Barangkali juga bisa diterapkan ditempat lain. Pilihannya tidak selalu baik memang. Tetapi merupakan yang terbaik diantara yang terburuk.
1. Melakukan penghematan operasional dan energi. Termasuk didalamnya penghematan listrik, air, dan transportasi. Ketiga komponen tersebut memakan cost operasional yang cukup tinggi. Lumayan apabila dapat ditekan.