Lihat ke Halaman Asli

Meirri Alfianto

TERVERIFIKASI

Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Mengapa Sesama Kolega Saling Sikut di Kantor?

Diperbarui: 7 Juli 2020   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ibrahim (bukan nama sebenarnya) adalah seorang manajer Produksi di sebuah perusahaan manufaktur di Jakarta. Ia baru tiga tahun bekerja di perusahaan tersebut. Rekannya, Anwar merupakan kolega di perusahaan yang sama. Ia berada di posisi manajer Engineering dan sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun. 

Suatu saat mereka menemukan problem pada produk yang akan dikirim ke customer. Anwar langsung melapor ke Direktur lewat japri WA bahwa ketidaksesuaian produk diakibatkan oleh proses produksi, yang tak lain Ibrahim bertanggungjawab di line tersebut. 

Seketika itu pun sang atasan langsung memanggil Ibrahim dan mendaratkan emosi kepada Ibrahim sekalipun belum jelas benar dimana letak kesalahannya. Beberapa bulan kemudian Anwar mendapatkan promosi sebagai General Manager dan Ibrahim mendapatkan punishment : demosi atau mengundurkan diri.

Ilustrasi di atas hanya sebuah contoh kondisi yang banyak ditemui di perusahaan atau instansi. Penulis sudah berpengalaman di beberapa perusahaan dan kurang lebih kondisinya sama. Di tengah ketenangan kekeluargaan, tetap ada aroma persaingan di level-level tertentu. 

Pertanyaannya adalah "Mengapa?" mengapa bisa terjadi budaya semacam itu. Padahal jika dipikir-pikir seharusnya lingkungan kerja adalah tempat untuk terciptanya suasana kekeluargaan, menciptakan harmonisasi, dan suasana kebatinan yang nyaman. Karena tempat ini adalah tempat untuk mencari nafkah. 

Mencari nafkah itu bukan sehari dua hari melainkan bertahun-tahun. Sehingga normalnya orang bekerja bukan mencari sensasi apalagi musuh. Apakah nyaman dalam satu wadah yang sama namun tersenyum semu, mencibir satu sama lain di belakang meja, dan membicarakan kelemahan kolega di depan atasan, sedangkan tiap hari bertemu?

Bila menilik lebih jauh ke belakang, sebenarnya budaya saling sikut untuk berebut tahta sudah jamak terjadi di masa lalu. Lihatlah kerajaan Majapahit setelah era Raja Hayam Wuruk. 

Terjadi peperangan antara Raja yang berkuasa yakni Wikramawarddhana yang tak lain adalah menantu Hayam Wuruk dengan Bhre Wirabumi yang tak lain adalah anak Hayam Wuruk dari selir. Peristiwa itu tercatat dalam Serat Pararaton. Perang terjadi hingga bertahun-tahun yang berakhir untuk kekalahan Bhre Wirabumi. Selain Majapahit, perebutan kekuasaan juga terjadi di Demak dan Mataram.

Lalu mengapa orang begitu ingin berkuasa? menduduki jabatan yang tinggi. Yang pertama, adalah orang ingin mempertahankan eksistensi. Ia ingin dianggap memiliki peran sehingga ia menjadi orang yang memiliki pengaruh. 

Ia ingin nyaman dalam posisi tersebut dan memiliki citra yang baik. Segala kesalahan ditimpakan ke orang lain karena ia pandai bersilat lidah sehingga ia tetap bersih sekalipun nyata-nyata ia yang bersalah. 

Yang kedua, karena orang tidak pernah merasa puas akan pencapaiannya. Ini seperti dua sisi mata uang. Satu sisi baik, tapi disisi lain bisa menjadi buruk bila sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Sah-sah saja orang ingin memiliki jenjang karir yang tinggi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline