Lihat ke Halaman Asli

Alfian Alghifari

Environment/Volunter/Pemuda Desa

Sang Santri yang Berubah!

Diperbarui: 24 Juli 2022   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukber (Dokpri)

Lima tahun lalu kami terdidik di tempat yang sama. Dibekali ilmu agama yang coraknya adaptif. Wajar, referensi Islamnya KH. Ahmad Dahlan dengan slogannya Islam berkemajuan.

Menjdi santri itu berat berat nikmat. Lima waktu terjaga, makan alakadarnya, di hukum bila melanggar, budaya ngantri, merasakan pondokan, kadang mangepe' bila krisis, belajar jadi intel/jasus/ mata mata, dan banyak pengalaman lain yang membuat deskripsi ini panjang bila di jelaskan semua.

Sejak mondok, saya yang paling culun diantara teman teman. Tak bergaul kecuali dengan teman kelas dan teman asrama. Tak menonjol di hadapan uztad, tak berambisi menjabat di organisasi santri apapun, tak CCP dengan santriwati, tak unjuk gigi, dan tak ada yang bisa di banggakan dari saya. Itulah sebab, saya tidak pernah di kenal.

Prinsip nyantri saya kala itu cuma tiga : Kerja tugas, taat aturan, sholat. Selesai.

Seiring waktu berjalan, ke culunan itu perlahan hilang. Sekarang barulah rekan rekan heran, sosok yang dulunya di kenal culun kini berubah 360. Tidak sedikit dari mereka yang bertanya apa sebabnya. Mereka heran. Bahkan Mudhabbir yang tugasnya mentransfer ilmu kepada di culun, juga bertanya tanya.

Saya tentu bingung mau jawab apa. Karena perubahan ini tanpa sebab, tanpa pacuan, tanpa dorongan. Ia instan, seperti ilham dari langit. Intuisi dalam ilmu Filsafat.

Kayaknya berkat doa orang tua dan kerabat yang mendapat manfaat dari si culun. Wallahu A'lam Bissawaf.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline