Lihat ke Halaman Asli

Alfian Syarif Hidayatullah

Dibuat hanya untuk memenuhi tugas kuliah jurnalistik

Dilanda Pandemi, Wingko Babat Tetap Produksi

Diperbarui: 28 Juni 2021   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halaman depan toko (dokpri)

Persebaran virus Covid-19 telah mempengaruhi berbagai sektor kehidupan masyarakat. Di bidang ekonomi, dampak pandemi ini paling terasa pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Setelah ditetapkan sebagai pandemi gobal dan dilakukan kebijakan lockdown di berbagai daerah, banyak usaha masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan, otomatis hal ini berdampak pada pemasukan omzet yang menurun. Efek domino dari persebaran virus ini begitu terasa hingga saat ini.

Setelah setahun berlalu, saya ingin mencari informasi mengenai salah satu usaha terdampak Covid-19. Saya mendatangi sebuah usaha yang menjual makanan tradisional wingko babat. Usaha yang bernama Wingko Kelapa Gading ini beralamat di Perumahan Puri Indah Godean, Sidoagung, Godean, Sleman, Yogyakarta. 

Saya kemudian mewawancarai Ibu Amat selaku pendiri usaha ini. 

Usaha ini telah didirikan sejak tahun 2006 dengan menjual makanan tradisional wingko. Usaha ini juga merupakan industri rumahan yang memproduksi dan menjual wingko setiap harinya. Wingko adalah makanan tradisional khas Lamongan berbentuk kue yang terbuat dari kelapa muda, tepung beras ketan dan gula. 

Wingko yang disajikan disini berbentuk bundar dan dikemas dalam bungkus kertas, kemudian dipacking dalam kardus makanan. Pembeli dapat memesan paket dengan ukuran kardus kecil, sedang, dan besar. Jumlah isi setiap kardus pun berfariasi, mulai dari isi 10, isi 12, isi 25, isi 50, hingga paling banyak kardus besar dengan isi 100 buah. Sebelum pandemi usaha ini dapat memproduksi sekitar 5.000 buah wingko per hari.

Ibu Amat juga menyampaikan bahwa wingko beliau adalah yang paling murah di Jogja. Beliau melakukan banyak survey untuk membandingkan rasa dan harga dari berbagai macam wingko yang ada di Jogja. 

Bu Amat ingin menyajikan wingko yang enak dan memiliki ukuran yang besar namun murah. Faktor lain yang membuat wingko ini murah adalah beliau menggunakan rumah pribadi beliau sebagai rumah produksi dan pemasaran, sehingga terbebas dari biaya sewa atau kontrak. Bahan yang didatangkan juga langsung dari pabrik seperti ketan yang sekali datang bisa mencapai 2-3 ton, kelapa juga didatangkan langsung dari pemanjat yang lebih murah bukan dari pasar.

Salah satu karyawan Ibu Amat (dokpri)

Ketika berdiri, usaha ini bernama Wingko Babat Asli namun nama tersebut diubah karena usul dari Dinas Kesehatan Sleman mengenai perbedaan makna pada kata babat. Kata babat di daerah Sleman lebih dikenal sebagai jeroan sapi. 

Padahal kata babat yang dimaksud adalah nama kecamatan di Kabupaten Lamongan yang menjadi lokasi dimana wingko ini lahir. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline