Lihat ke Halaman Asli

Alfian WahyuNugroho

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Kacamata Teori Feminis dalam Menjelaskan Masalah Kekerasan Seksual

Diperbarui: 18 September 2022   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara mengenai kekerasan seksual, mungkin saja bahkan dari sebelum masehi pun, pasti fenomena tersebut sudah ada. Makannya kekerasan seksual sering dikategorikan sebagai kejahatan yang universal. 

Hal itu bisa saya katakan karena sejarahnya dari berbagai sumber yang ada, laki-laki lebih berperan dan berkuasa daripada perempuan pada masa itu. diantara filsuf pun ada yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan oleh Tuhan hanya untuk menyertai laki-laki (Sugihastuti dan Suharto, 2002:32). 

Selain itu, perempuan dipandang rendah baik oleh bangsa-bangsa di Timur maupun Barat. Hak-hak perempuan tidak pernah diberikan. Perempuan dianggap tak lebih dari sebagai selir-selir kaisar atau raja, pengembang keturunan dan menjadi pelayan bagi suaminya bahkan kadang hanya dianggap untuk pemuas nafsu para laki-laki. 

Pandangan rendah terhadap perempuan hingga sekarang belum sepenuhnya hilang meski tidak serendah pandangan orang zaman duhulu. Bahkan dalam masyarakat Jawa dikenal istilah manak-masak-macak suatu ungkapan untuk menyatakan tugas perempuan. Hal ini menunjukan bahwa perempuan dilarang untuk bekerja diluar rumah (Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:90).

Biasanya yang dikonteks-kan dalam kekerasan seksual ialah, kontak fisik berlebihan dengan pemaksaan dan melakukan perbuataan yang mengandung penyerangan, penghinaan dan merendahkan baik secara langsung maupun verbal kepada orang lain terhadap bagian tubuh yang terkait dengan hasrat dan nafsu seksual pelaku.

Kita tahu bahwa feminisme pada dasarnya adalah sebuah ideologi atau paham yang awalnya berkaitan dengan perempuan dengan tujuan utamanya ialah adanya kesetaraan gender. Namun, kaum feminis juga bertujuan untuk bisa hidup dengan mendapatkan hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mencapai sesuatu diberbagai aspek seperti karrier dan pekerjaan, politik dan lain sebagainya dengan rasa aman. 

Maka dari itu, gerakan feminisme juga ingin berperan mengurangi kekerasan seksual dengan organisasinya. Dari ringkasan tersebut, analisis teori feminis yang terkait dengan konteks secara sederhana, yaitu sebagai berikut :

Berdasarkan teori feminisme dan berbagai penjelasan dari kaum feminis, sudah pasti faktor utama munculnya kekerasan seksual dalam konteks yang sudah disebutkan sebelumnya menurut saya ialah karena masih ada dan kuatnya budaya patriarki yang mendiskriminasikan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Hal ini terjadi tidak hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri pun seperti itu. Contoh, bisa kita lihat kebanyakan berita berasal dari power harassment dalam perusahan karena peran bosnya mayoritas adalah laki-laki.

Menurut saya, ada beberapa kekerasan seksual yang berkedok adat istidat dan tradisionalisme, namun anggota dari masyarakat tersebut diam karena mereka pada dasarnya “terikat”. Bukan hanya dalam pandangan feminis, sosiologis juga dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu terjadi karena karena adanya doktrin dan juga pemahaman tentang adat ataupun agama yang bias. 

Seharusnya kita sadar (menganai kesalahan ini), karena dari kesadaran inilah, feminisme sebagai gerakan sosial menginginkan tegaknya keadilan terhadap perempuan. Karena agama dan budaya dianggap telah “melegalkan” tindak kekerasan terhadap perempuan, maka peran dan fungsi keduanya perlu direkonstruksi kembali sesuai ide kesetaraan dan keadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline