Lihat ke Halaman Asli

Sang Penerjemah

Diperbarui: 19 Oktober 2022   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Penerjemah. (Dokpri)

Pekerjaan ini cukup familiar di telingaku.
Sejak dulu.
Ketika aku baca buku terjemahan, disitu tertulis "diterjemahkan oleh" atau "penerjemah".

Atau ketika aku menonton film luar, penerjemah membantuku memahami cerita di film itu, karena keterbatasan bahasa asingku.

Ternyata tugas pekerjaan ini sangat luas, bermacam-macam.
Terutama penerjemah tersumpah yang bisa menerjemahkan berbagai hal lebih luas lagi.

Sampai akhirnya aku diperkenalkan dengannya.
Sang penerjemah.
Setahun lebih aku mengenalnya, juga mengenal pekerjaannya.

Ternyata, pekerjaannya tak mudah, banyak juga suka-duka, lika-liku.
Sepertinya semua pekerjaan begitu juga ya?
Klien yang seenaknya, bayaran yang seadanya, tenggang waktu yang tidak manusiawi dan lain sebagainya.
Itu dukanya, tentu saja sukanya juga banyak. Klien yang sangat menghargai, kata-kata baru yang seru untuk dicari, materi terjemahan yang unik sehingga asik untuk dikerjakan, batas waktu yang manusiawi, dan masih banyak lagi.

Puluhan tahun ia menekuni dunia penerjemah ini.
Luar biasa ya?
Aku sangat kagum padanya.
Ia tahu apa yang ia mau dan ia suka.
Lalu sepenuh hati ditekuninya.

Seperti semalam, ketika ia ada janji denganku untuk berbicara di telepon.
Tiba-tiba ia menelepon untuk meminta maaf karena tidak dapat memenuhi janjinya.
Ada pekerjaan katanya.
Ya, ia mendapat email dari klien.
Aku tak apa, aku malah sangat senang mendengarnya.
Suaranya di telepon begitu penuh semangat, bergairah, seperti mendapatkan sesuatu yang sangat "wah".
Begitulah ia sangat menyukai dan mencintai pekerjaannya.

Pernah juga, tahun lalu, saat kami jalan bersama untuk pertama kalinya.
Ia mendapatkan email dari klien, untuk menerjemahkan surat.

Aku melihatnya, merasakan kesungguhannya.
Kefokusannya.
Gairah dan semangatnya.
Sungguh nampak padanya.
Aku senang melihatnya, menemaninya.
Sesekali aku mengingatkannya, untuk sekedar makan kudapan yang kuberikan.
Aku agak khawatir padanya, duduk berjam jam lamanya.

Setelah selesai, terlihat kelegaan pada wajahnya, tubuhnya.
Walaupun aku tahu ia kelelahan, tapi itu tak ia tampakkan.
Guratan kepuasan, kesenangan yang ada di wajahnya.
Kemudian, kami lanjutkan perjalanan hingga larut malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline