Lihat ke Halaman Asli

Pancasila sebagai Institusi Penggerak Transformasi Struktur Sosial Bangsa

Diperbarui: 11 September 2023   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PANCASILA SEBAGAI INSTITUSI PENGGERAK TRANSFORMASI STRUKTUR SOSIAL BANGSA

Pancasila adalah dasar falsafah dan ideologi negara Indonesia. Secara umum, Pancasila adalah kompas moral yang memberikan arahan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Saya akan memberikan opini mengenai Pancasila sebagai institusi penggerak transformasi struktur sosial bangsa.

Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia, telah memainkan peran yang sangat penting dalam mengarahkan dan menggerakkan transformasi struktur sosial bangsa. Sejak dinyatakan sebagai dasar negara pada tahun 1945, Pancasila telah menjadi landasan untuk membangun sebuah masyarakat yang adil, berdaulat, dan sejahtera. Dalam esai ini, kita akan menjelajahi bagaimana Pancasila berperan sebagai institusi penggerak dalam mengubah struktur sosial Indonesia.

Di sisi lain, institusi Pancasila juga berpotensi dipengaruhi oleh beberapa perkembangan institusi eksogen yang ada di masyarakat sepanjang berjalannya waktu. Perubahan dalam penghayatan dapat diakibatkan beberapa faktor eksogen yang berkembang dalam periode sejarah bangsa Indonesia. Perkembangan institusi teknologi secara sistematik dapat mempengaruhi pola hidup dan pikir di dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Sebagai contoh, institusi teknologi juga membawa dampak negatif, disamping manfaatnya bagi peningkatan kinerja di masyarakat. Teknologi menghadirkan beragam perkembangan model barang dengan harga bervariasi yang dapat memicu pola hidup hedonis dan bahkan terkadang mempengaruhi ideologi untuk menimbulkan sikap apatis terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Orang akan lebih tertarik mengalokasikan sisa dana dan asset pribadi hanya untuk mengejar barang teknologi tersier dan mewah daripada melakukan sedekah dan sumbangan bagi masyarakat dhuafa dan proletar. Hal ini secara tidak langsung akan mereduksi penerapan dan penghayatan terhadap nilai-nilai institusi Pancasila dan agama yang dengan jelas menjunjung tinggi kemanusian dan keadilan.

Pola keterkaitan perubahan institusi dan transformasi sosial dijelaskan dalam perpektif ekonomi politik melalui konsep Akumulasi Struktur Sosial (Gordon, Weisskopf and Bowles 1983, Kotz 2008, O'Hara 2008). Konsep ini melihat bahwa ketika suatu institusi yang membawa tata nilai atau ideology tertentu mengalami perubahan, maka proses transformasi struktur sosio-ekonomi akan terjadi seiring berjalannya waktu. Dalam hal ini, Pancasila selain berpotensi memacu transformasi struktur tata nilai sosio-ekonomi, namun perkembangannya juga dipengaruhi oleh tranformasi dan proses kedewasaan dari struktur sosial di masyarakat.

Perubahan karakteristik institusi Pancasila maupun transformasi dalam struktur sosio-ekonomi masyarakat dapat dilihat dari berbagai macam indikator dan sudut pandang. Berdasarkan sudut pandang dampak akumulasi struktur sosial, Myrdal (1944, 1968) menjelaskan tentang pola keterkaitan antara aspek sosio-ekonomi dan kultural dalam suatu institusi dapat memacu adanya proses kausa kumulatif yang menghasilkan dampak bagi sistem dimana struktur sosial tersebut berada. Kaldor (1972) mengadopsi konsep Myrdal dan mengemukakan tentang dinamisasi proses kausa kumulatif melalui periode waktu tertentu dapat distimulasi melalui perubahan institusi.

Di samping proses kausa kumulatif, salah satu indikator lain untuk dalam keterkaitan antara institusi dan struktur sosial adalah adanya proses kontradiksi. Proses kontradiksi terjadi apabila institusi ternyata memacu peningkatan tata nilai atau aspek dalam struktur sosial namun mengakibatkan dampak penurunan pada tata nilai atau aspek lain di saat yang bersamaan seiring berjalannya waktu (Zedong 1937; Polanyi 1944; O'Hara 2008, Berger 2008a, 2008b). Dalam konsep ini, perubahan Pancasila sebagai institusi dapat memacu proses kontradiksi dalam struktur sosial bangsa apabila faktor endogen tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebagai contoh, proses simbiosis antara Pancasila dan agama dalam berperan positif sebagai faktor endogen yang dapat mereduksi adanya kontradiksi. Namun jika dalam suatu waktu, institusi Pancasila dan agama ternyata mengalami perbedaan tata nilai, maka tranformasi sosial di masyarakat dapat mengalami kontradiksi.

Nilai-nilai Pancasila

Pancasila adalah seperangkat nilai-nilai dasar yang meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai-nilai ini bukan hanya sekadar konsep-konsep kosong, tetapi mereka telah menjadi panduan untuk mencapai tujuan transformasi sosial di Indonesia.

Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menekankan pentingnya agama dalam kehidupan masyarakat. Ini menciptakan dasar untuk toleransi dan keragaman agama di Indonesia. Pancasila mengajarkan kita untuk menghormati berbagai agama dan keyakinan, yang pada gilirannya membentuk struktur sosial yang inklusif dan mendukung keragaman budaya.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menggarisbawahi perlunya keadilan sosial dan pengembangan budaya sebagai bagian dari transformasi struktur sosial. Pancasila mengajarkan pentingnya menghargai hak asasi manusia dan memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya. Ini berperan dalam memerangi ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, yang merupakan salah satu tantangan utama dalam transformasi sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline