Lihat ke Halaman Asli

Alief Fikri

Pengamat Resiliensi

Dansa Dalam Rigiditas: Organisasi Riset yang Menari dalam Belenggu Batasan Berpikir yang menghalangi Inovasi

Diperbarui: 20 November 2023   00:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Focus Group Discussion - 2022

"Dalam menyusuri lorong-lorong ketertinggalan pengetahuan, kita menemukan sebuah panggung ilmiah yang masih terjebak dalam tarian terkendali, sebuah organisasi riset yang, bagaikan penari, seakan-akan menari dalam belenggu batasan berpikir. Bayangkan sebuah dunia riset yang mencoba mencapai puncak inovasi, namun terhenti oleh dirinya sendiri, terjebak dalam rutinitas yang tak terputus-putus. Mari kita sambangi panggung ini dengan sorotan kritis, merayapi setiap pola berpikir yang telah tertanam, dan mencari jalan menuju gerakan inovatif yang sejati."

Pertanyaan mendasar menghantui kita: Apakah organisasi riset yang saat ini kita saksikan benar-benar mencerminkan potensi sejati pengetahuan dan inovasi? Ataukah kita hanya menyaksikan pertunjukan repetitif, di mana setiap langkahnya terikat oleh kekakuan yang tidak terlihat? Dalam eksplorasi ini, kita tidak hanya mencari jawaban, tetapi juga memecahkan narasi terbatas yang mengikat pemikiran dan menggiring kita ke dalam tarian yang monoton.

Organisasi riset yang terjebak dalam kaku berpikir menghadapi tantangan serius dalam mengembangkan inovasi dan pengetahuan baru. Fenomena ini dapat dipahami melalui lensa teori resistensi terhadap perubahan dalam konteks manajemen organisasi. Menurut teori ini, ketika individu atau kelompok menghadapi perubahan, terutama yang melibatkan pergeseran paradigma atau pola pikir, mereka cenderung menunjukkan resistensi sebagai respons terhadap ketidakpastian dan perubahan yang diusulkan (Bordia et al., 2004).

Adanya kekakuan berpikir dalam organisasi riset sering kali mencerminkan penggunaan model mental yang sudah mapan dan kurangnya kesiapan untuk mempertimbangkan ide-ide baru. Teori resistensi perubahan juga menyoroti pentingnya peran kepemimpinan dalam mengelola perubahan dengan bijaksana, mengkomunikasikan visi yang jelas, dan merancang strategi partisipatif untuk mengurangi resistensi (Kotter, 1995).

Selain itu, fenomena ini juga dapat dianalisis melalui konsep keterikatan pada rutinitas dari perspektif psikologi organisasi (Kegan & Lahey, 2009). Individu dalam organisasi riset yang terbiasa dengan rutinitas tertentu mungkin merasa tidak nyaman atau kehilangan pegangan ketika dihadapkan pada perubahan paradigma. Pemahaman ini membutuhkan pendekatan psikologis yang mendalam dalam mengidentifikasi faktor-faktor psikologis yang mendasari ketidakmampuan untuk melibatkan pemikiran yang lebih fleksibel dan terbuka terhadap perubahan.

Penting untuk mengakui bahwa dalam dunia riset yang terus berkembang, kekakuan berpikir dapat menjadi hambatan serius terhadap perkembangan pengetahuan dan inovasi. Oleh karena itu, adopsi teori manajemen inovasi (Rogers, 1995) yang menekankan pentingnya difusi inovasi dalam organisasi riset sangat relevan. Mempromosikan budaya organisasi yang mendorong penerimaan terhadap ide-ide baru, menyediakan dukungan dan sumber daya untuk eksperimen riset yang inovatif, dan mendorong kolaborasi antardepartemen dapat membuka pintu bagi terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan intelektual dan kemajuan ilmiah.

Melangkah lebih dalam ke dalam esensi kekakuan berpikir, kita tidak hanya menemui tantangan organisasi riset dalam menerima gagasan baru, melainkan juga sebuah pertarungan melawan waktu. Panggung ini mungkin pernah menjadi saksi kemeriahan ilmiah, tetapi seiring berjalannya waktu, apakah kita benar-benar melihat kemajuan yang nyata? Kita tidak hanya harus memahami tantangan ini, tetapi juga mengubahnya menjadi peluang untuk membuka tirai kesadaran dan menggugah semangat inovasi yang tertidur.

Inilah panggilan kita untuk melibatkan diri dalam sebuah eksplorasi intelektual, menyingkap setiap lapisan kekakuan yang membelenggu pemikiran. Jangan biarkan organisasi riset kita menjadi penonton dalam pertunjukan kehidupan ilmiah, tetapi hadir sebagai pionir yang mengubah setiap hambatan menjadi peluang. Ayo berjalan bersama dalam menyaksikan organisasi riset, bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai pembuat sejarah yang menari menuju masa depan ilmiah yang lebih dinamis dan relevan.


Untuk mengatasi tantangan ini, perubahan bukan hanya diperlukan pada tingkat individu, tetapi juga dalam struktur organisasi secara keseluruhan. Penyusunan kebijakan dan aturan yang mendukung pembelajaran berkelanjutan, inklusivitas, dan penghargaan terhadap kontribusi ilmiah yang inovatif dapat membentuk landasan untuk mengubah paradigma kaku menjadi lingkungan yang dinamis dan responsif.


Pentingnya menerapkan pendekatan persuasif juga tidak dapat diabaikan. Komunikasi yang efektif, baik dari puncak kepemimpinan maupun antardepartemen, dapat membangun pemahaman bersama tentang pentingnya membebaskan diri dari batasan berpikir yang menghambat inovasi. Penyampaian visi yang memotivasi dan pembentukan narasi yang mempersuasif dapat merangsang semangat kolaborasi dan eksplorasi baru.


Dengan merangkul perubahan sebagai suatu kebutuhan untuk tetap relevan dan berdaya saing, organisasi riset dapat membangun fondasi untuk mengatasi kekakuan berpikir yang mungkin telah melanda mereka. Ini bukan hanya tentang menciptakan pengetahuan baru, tetapi juga membentuk budaya inovasi yang melekat dan menciptakan landasan untuk pencapaian ilmiah yang makro.

https://www.uinjkt.ac.id/id/riset-dan-inovasi-mau-kemana/

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline